kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Perpres ISPO ditargetkan terbit pertengahan 2019


Kamis, 29 November 2018 / 16:13 WIB
Perpres ISPO ditargetkan terbit pertengahan 2019
ILUSTRASI. Bongkar Muat Kelapa Sawit di Perkebunan PTPN VIII, Bogor


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) terbit akhir semester pertama 2019. Dalam rancangan perpres tersebut akan mewajibkan kepemilikan ISPO pada seluruh petani sawit, tidak hanya pada industri, namun juga pada petani swadaya.

Wilistra Dany, Asisten Deputi Perkebunan dan Hortikultura Kementerian Koordinator Perekonomian menyampaikan bahwa rancangan perpres ini sudah diproses ditahap Kemenko. "Kita berharap bisa mungkin paling nggak pertengahan tahun depan karena tahun ini tinggal sebulan lagi," katanya, Kamis (29/11).

Dalam Perpres tersebut akan akan mewajibkan seluruh perusahaan sawit, baik milik negara, swasta maupun perekebunan rakyat untuk memiliki sertifikasi ISPO. Selama ini mandatori sertifikasi ISPO baru mencakup sektor industri sesuai Peraturan Menteri Pertanian nomor 11 tahun 2015 tentang ISPO. 

Adapun dalam data yang disampaikan oleh Anang Noegroho Setyo Moeljono Direktur Pangan dan Pertanian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, realisasinya baru sedikit. "Capaian ISPO baru 19,5% sedangkan targetnya 2020 adalah 70%," katanya.

ISPO memang menjadi kendala yang cukup besar terutama bagi petani swadaya, pertama karena syarat legalitas lahan dan pekerja yang sangat detil, dan kedua karena biaya sertifikasi bisa mencapai jutaan rupiah per hektar.

Ketua Dewan Pengawas BPDPKS Rusman Heriawan menyatakan sebenarnya terdapat opsi untuk mengalihkan dana BPDPKS untuk membantu petani sawit, terutama swadaya, untuk membantu mengurus administrasi sertifikat ISPO.

"Sebenarnya dalam misi BPDP ada sarana dan prasarana. dalam pengertian kita itu dukungan bagaimana petani kecil bisa didukung setifikasinya, bisa saja tapi belum pernah kita praktikan," jelasnya.

Dukungan ini kata Rusman bisa berbentuk teknis maupun finansial dimana di luar insentif peremajaan senilai Rp 25 juta per hektar, ada dana yang bisa disertakan oleh BPDPKS untuk selesaikan sertifikasi. "Tapi bukan berarti untuk danai ISPO-nya, tapi untuk mendukung semakin dekat dengan syarat ISPO."

Kemudian tak hanya dari BPDPKS, sebenarnya juga ada opsi pendanaan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bisa digunakan petani sawit untuk menjadi modal bisnis maupun sertifikasi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×