Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Usai menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyiapkan aturan turunan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Prosedurnya, itu termasuk yang akan diatur. Ada juga bagaimana format laporannya, batasan saldo yang mengikuti standar internasional. Adapun sanksi bila lembaga keuangan tidak mengikuti aturan ini,” katanya di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (18/5)
Dalam PMK itu nantinya, Sri Mulyani menyatakan bahwa batas saldo dalam lembaga keuangan yang wajib dilaporkan secara otomatis, jumlah minimalnya adalah US$ 250 ribu atau Rp 3,35 miliar.
“Dari sisi peraturan internasional, batas nilai saldo yang wajib dilaporkan adalah secara otomatis US$ 250 ribu. Jadi, bila ada yang di atas segitu, itu adalah subjek untuk akses informasi. Ini dilakukan secara internasional. Karena Indonesia masuk, jadi kami menggunakan itu dalam konteks batas nilai saldo,” jelasnya.
Ia juga menegaskan, secara keseluruhan aturan turunan akan berupa PMK sehingga kemungkinan tidak ada aturan turunan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun dari Bank Indonesia (BI). “Mostly semua di PMK. Tidak di OJK dan BI,” ucapnya.
Ketua DK OJK Muliaman Hadad mengatakan, soal prosedur sendiri OJK sudah terbilang siap. Namun demikian, sosialiasinya masih akan ditingkatkan lagi. Ia bilang, OJK sudah berpengalaman menyusun common reporting standard. Pasalnya, sebelum AEoI hadir sudah ada FATCA yaitu pertukaran informasi bilateral dengan Amerika Serikat (AS).
“Dalam rangka AEoI. Komunikasi OJK dan pihak-pihak terkait sudah berlangsung cukup intens. Dan kami yakini pula kesiapan industri sebelum implementasi tahun depan ini dilakukan,” ujarnya.
Ia mengatakan, dalam PMK nantinya yang akan memuat soal protokol, pertanyaan dari lembaga keuangan terkait prosedur akan terjawab.
“Industri keuangan banyak menerima pertanyaan bagaimana ini dan itu serta seterusnya. Banyak hal yang perlu diluruskan. Protokol ini nanti akan disiapkan sedemikian rupa oleh Kemenkeu sehingga mengurangi malpraktik atau tindakan-tindakan yang tidak sesuai hukum,” jelasnya.
Gubernur BI Agus Martowardojo juga mengatakan bahwa BI merasa harus menyukseskan AEoI ini. Pasalnya, bila melihat negara-negara berkembang, tax rasio Indonesia masih di bawah 11%. Jauh berbeda dengan negara Asean lainnya yang rata-rata 16%.
“Ini bentuk langkah konkret melakukan reformasi fiskal. Kalau ada kekhawatiran akan ada dampak. Kami mengikuti bahwa semua ini dalam keadaan terkendali. Semua dalam keadaan yang baik dan nasabah tidak perlu menarik dana bank. Narik dana bank mau ditaruh di mana? Kalau ditaruh di luar juga sudah ada AEoI,” ujarnya,
Ia juga meyakinkan bahwa akses informasi terhadap pajak ini tidak ada dampak pada likuiditas perbankan.
“Dan kalau ada pun hanya temporary. Kalau pun ada, BI akan dukung dengan temporary liquidity,” ucapnya.
Agus melanjutkan, Perppu ini juga akan ditindaklanjuti dalam bentuk SOP atau PMK yang akan atur lebih lanjut soal protokol. Dalam koordinasi ini, ia menegaskan bahwa tidak sembarangan fiskus bisa meminta informasi keuangan oleh suatu pihak.
“Kerahasiaan itu diyakini tetap ada dan ekonomi Indonesia tetap dipercaya. Menkeu, Ketua OJK semua konfirm bahwa kami akan melakukan sinkronisasi kebijakan,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News