Reporter: Hans Henricus |
JAKARTA. Persoalan dana masih mengganjal upaya perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) termasuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Masalah utamanya, dana itu masih tersebar di instansi selain Departemen Luar Negeri (Deplu) seperti Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), dan Departemen Sosial (Depsos).
Menurut Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda, kondisi ini menyulitkan Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) dan Konsulat Jenderal (Konjen) mengurus WNI bermasalah. Oleh sebab itu, Menlu menghendaki alokasi anggaran perlindungan itu terpusat di departemennya. "Yang butuh paling banyak adalah kantor perwakilan di luar negeri," jelas Menlu, Senin (22/6).
Hassan menjelaskan, kantor perwakilan Indonesia seringkali butuh dana untuk merawat, melindungi, mengurus kepulangan, hingga menyediakan pengacara WNI. Tapi, karena pos anggaran itu tersebar, pencairannya memakan waktu cukup lama.
Ambil contoh, apabila ada WNI yang telantar maka KBRI harus menunggu jatah dana dari Depsos yang pencairannya memakan waktu. "Kalaupun cair, waktunya mepet di akhir tahun anggaran, sehingga mubazir dan dikembalikan lagi," imbuh Hassan.
Saat ini, Deplu memiliki Rp 56 miliar untuk membiayai pengurusan WNI bermasalah. Sebanyak Rp 8 miliar berada di Deplu dan Rp 48 miliar tersebar ke seluruh kantor perwakilan Indonesia.
Persoalan yang banyak terjadi adalah pada TKI. Padahal, penyelesaian kasus TKI harus melibatkan Depnakertrans atau BNP2TKI. Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat justru bilang, pengelolaan dana tergantung tugas pokok dan fungsi setiap instansi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News