Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, penandatangan perjanjian MLA antara Indonesia dan Swiss merupakan kemajuan.
Dalam analisisnya yang diterima Kontan.co.id, Selasa (6/2), Yustinus menyebut, jumlah aset global di offshore atau suaka pajak mencapai 10% PDB global atau US$ 5,6 triliun. Sementara, sebesar US$ 2,3 triliun di antaranya disimpan di Swiss.
Swiss juga merupakan negara suaka pajak tertua dan paling diminati. Meski begitu, daya tarik Swiss sebagai tax haven terus menurun dari 45% porsi global hingga tinggal 28% di tahun 2015.
"Penurunan tersebut terjadi karena terungkapnya beberapa skandal penggelapan pajak yang melibatkan perbankan Swiss. Tak hanya itu, Pemerintah Swiss pun berinisiatif melonggarkan kerahasiaan dan bekerja sama dengan negara lain," terangnya.
Meski penandatanganan perjanjian sudah dilakukan, tetapi Yustinus pun memandang perlunya dilakukan pengujian yang mendalam dan menyeluruh agar diperoleh hasil analisis yang akurat dan dapat dijadikan dasar bagi penegakan hukum.
"Tindak pidana perpajakan merupakan pintu masuk yang paling mungkin dilakukan. Tentu saja koordinasi dan sinergi kelembagaan mutlak dibutuhkan, maka pembentukan gugus tugas antara KPK, Polri, Kejaksaan Agung, Bank Indonesia, dan Ditjen Pajak perlu segera dibentuk," tutur Yustinus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News