Reporter: Agung Hidayat | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menilai perjanjian dagang Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE CEPA) akan menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dalam menggenjot daya saing atau kompetensinya, mengingat negara-negara EFTA memiliki standar yang tinggi.
Sebagaimana diketahui hari ini, Minggu (16/12), Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita dan sejumlah menteri terkait dari negara anggota EFTA (Liechtenstein, Islandia, Norwegia, dan Swiss) telah menandatangani perjanjian itu di Jakarta.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, selama proses perundingan yang sudah berlangsung sejak 2011, Kadin Indonesia dilibatkan dalam perumusan posisi runding dan hasilnya cukup menggembirakan, di mana hampir 100% komoditas ekspor Indonesia ke negara-negara EFTA mendapatkan perlakukan preferensi.
Selain perdagangan barang, IE CEPA juga memasukkan 11 isu komprehensif lain, yang meliputi perdagangan jasa, investasi, pengadaan barang pemerintah, memfasilitasi perdagangan dan Rules of Origin, hambatan Technical Barries to Trade (TBT) dan Sanitary and Phyto-Sanitary (SPS), trade remedies, hak kekayaan intelektual, perdagangan dan pembangunan berkelanjutan, kerja sama dan peningkatan kapasitas, kompetisi, dan permasalahan hukum.
“Kami sebagai perwakilan pelaku usaha sangat mendukung usaha pemerintah dalam meningkatkan daya saing nasional melalui IE EFTA ini. Negara anggota EFTA memiliki potensi yang luar biasa sebagai sumber investasi utama khususnya dalam hal teknologi tinggi dan kesehatan. Kadin sangat berharap pemerintah bisa meneruskan momentum yang sangat baik ini dengan segera juga menyelesaikan proses perundingan IEU CEPA,” kata Shinta melalui keterangan resminya yang diperoleh Kontan.co.id, Minggu (16/12).
Disebutkan, skema kerja sama komprehensif ini juga termasuk di dalamnya Deklarasi Bersama untuk pengembangan kapasitas dan kerja sama di sektor promosi ekspor, pariwisata, UMKM, HKI, kakao dan kelapa sawit, pendidikan vokasional, industri maritim, dan perikanan.
“Plus-plus ini penting bagi pelaku usaha Indonesia karena kita mau mengembangkan industri manufaktur, tetapi masih ada kesenjangan SDM antara tenaga ahli yang dibutuhkan industri dengan ketersediaannya. Selain itu, Norwegia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 240.000 pulau memiliki keahlian yang bisa dibagi dengan kita dalam mengelola sumber daya maritimnya,” jelas Shinta .
Negara-negara EFTA dikenal sebagai sumber investasi asing langsung bagi banyak negara. Berdasarkan data BKPM, sampai dengan September 2018, negara-negara EFTA secara agregat merupakan investor terbesar ke-14 bagi Indonesia dengan nilai sekitar US$ 212 juta dengan 215 proyek investasi.
Potensi sektor investasinya antara lain keuangan dan perbankan (Liechtenstein dan Swiss); telekomunikasi (Norwegia); farmasi, kimia dan plastik (Islandia dan Swiss); ekstraksi pertambangan dan migas (Norwegia); energi panas bumi (Islandia), serta manufaktur dan jasa logistik (Swiss dan Norwegia).
Nantinya, lanjut Shinta, entry into force, produk-produk unggulan Indonesia akan mendapatkan perlakuan khusus seperti untuk komoditas kelapa sawit, ikan, emas, kopi, alas kaki, mainan, tekstil, peralatan listrik dan ban. Indonesia juga akan diuntungkan dengan eliminasi bea masuk untuk impor barang modal, bahan baku dan penolong sehingga biaya produksi dapat ditekan dan pada gilirannya daya saing produk Indonesia pun bisa naik.
“Dengan adanya fasilitasi perdagangan, maka peraturan perdagangan maupun prosedur kepabeanan akan menjadi lebih transparan,” kata dia.
Menurut Shinta, agar perjanjian dagang ini dapat memberi manfaat signifikan, Kadin akan melakukan sosialisasi ke daerah-daerah untuk memfasilitasi para pelaku usaha.
Selanjutnya, Kadin akan memanfaatkan FTA Centre untuk memfasilitasi implementasi dari perjanjian dagang dan terus melakukan business matching agar kemitraan antar pengusaha dapat dibangun.
Dengan selesainya perundingan ini, kedua negara tinggal menyelesaikan legal scrubbing untuk memastikan komitmen IE CEPA sesuai dengan peraturan perundangan masing-masing pihak dan proses ratifikasi di parlemen.
“Ke depan kami berharap, penyelesaian IE CEPA dapat menjadi pintu masuk komoditas Indonesia di pasar Eropa yang memiliki standar tinggi sehingga dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, penyelesaian perundingan ini juga menunjukkan bahwa kita mampu untuk menemukan common grounds dengan mitra Eropa yang memiliki standar tinggi sehingga memberikan momentum yang baik bagi penyelesaian perundingan IEU CEPA,” kata Shinta.
Perjanjian Indonesia EFTA CEPA merupakan perjanjian ketiga yang diselesaikan selama satu tahun terakhir, setelah Indonesia-Cile CEPA (14 Desember 2017) dan Indonesia-Australia CEPA (31 Agustus 2018).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News