kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penyusun RPP: UU Cipta Kerja tidak turunkan standar penilaian AMDAL


Kamis, 17 Desember 2020 / 11:49 WIB
Penyusun RPP: UU Cipta Kerja tidak turunkan standar penilaian AMDAL
ILUSTRASI. UU Cipta Kerja


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

Percepatan Persetujuan Lingkungan juga, dalam bagian kesepuluh, didukung dengan Sistem Informasi Dokumen Lingkungan, yang memanfaatkan teknologi informasi.

Selain itu, izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) dan Analisis Dampak Lalu Linlitas (Andalalin) yang sebelumnya diatur sendiri-sendiri, namun dalam bagian kelima belas Bab II RPP itu diintegrasikan.

Demi penyederhanaan dan kemudahan, UU Cipta Kerja memang mengintegrasikan izin lingkungan itu tidak hanya dengan izin Andalalin, tapi juga dengan izin mendirikan bangunan, izin usaha, izin PPLH, dan izin lokasi ke dalam satu kesatuan syarat Perizinan Berusaha, melalui sistem One Single Submission (OSS).

“Pengaturan AMDAL dalam UU Cipta Kerja, secara prinsip dan konsep tidak berubah dari prinsip dan konsep pengaturan dalam ketentuan sebelumnya. Perubahan lebih diarahkan untuk penyempurnaan kebijakan dalam aturan pelaksanaannya sesuai dengan tujuan UU Cipta Kerja yang beri kemudahan bagi setiap orang dalam memperoleh Persetujuan Lingkungan namun dengan tetap memenuhi ketentuan yang ditetapkan,” simpulnya.

Tidak semua usaha mengharuskan persyaratan AMDAL. Karena, kata San Afri, pendekatan Persetujuan Lingkungan dalam UU Cipta Kerja itu berbasis risiko. Untuk usaha berisiko rendah cukup Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk memulai usaha.

Untuk berisiko menengah, wajib mendapatkan sertifikat standar dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Baru, berisiko tinggi wajib membutuhkan AMDAL.

Baca Juga: Kementerian ATR/BPN targetkan lima RPP UU Cipta Kerja rampung akhir Desember 2020

“Kalau di aturan yang lalu (UU no. 32/2009) dikatakan, setiap usaha yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan, wajib AMDAL. Usaha tahu, di desa, karena ada dampak lingkungan, wajib AMDAL. Dari mana duitnya? Tapi dengan UU Cipta Kerja, cukup NIB saja,” tuturnya.

Selain itu, San Afri menyebut UU Cipta Kerja memiliki target mewujudkan Indonesia Emas 2045. “Berdasarkan naskah akademik, target UU Cipta Kerja itu Indonesia Emas 2045, di mana tahun itu 67% populasi itu usia produktif. Sekarang, paling tinggi, rata-rata pendapatan per kapita US$ 4.000. Targetnya pada 20145, US$ 23.000, enam kali lipat kenaikan,” terangnya.

Untuk mencapai target itu harus mengubah banyak peraturan perundang-undangan. Melalui UU Cipta Kerja, lanjut San Afri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan agar  79 Undang-Undang, yang selama ini tumpang tindih dan menghambat pencapaian target Indonesia 2045, disinkronisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×