Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pengamat Ekonomi Politik dari Universitas Indonesia Ichsanuddin Noorsy mengatakan, penyelamatan Bank Century melanggar prinsip kehati-hatian dalam pengambilan kebijakan perbankan.
Hal tersebut diungkapkan Ichsan usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi ahli terkait kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Rabu (20/11).
Menurut Ichsan, penyelamatan bank harus didasarkan kepada data paling mutakhir. Sedangkan data paling mutakhir yang dimaksud adalah neraca harian yang harus diperoleh oleh otoritas pengambil kebijakan.
"Nah pada saat Century diselamatkan, data mutakhir tidak ada. Neraca harian tidak ada, sehingga angka dana talangan dari Rp 632 miliar muncul menjadi Rp 1,7 triliun. Bahkan pada 23 November 2008 menjadi Rp 2,7 triliun posisinya," kata Ichsan kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (20/11).
Lebih lanjut, Ichsan mengatakan, hal yang paling menarik yaitu dalam struktur dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun untuk Bank Century, di mana statusnya dalam rangka memenuhi rasio kecukupan modal (CAR) dari negatif menjadi positif.
Kala itu, CAR Bank Century hanya sebesar 0,2%. Padahal berdasarkan aturan batas CAR yang dimiliki Bank Indonesia untuk mendapat FPJP yaitu sebesar 8%.
"Itu artinya sama sekali tidak didasarkan pada neraca harian. Tidak didasarkan pada cut off pada saat posisi Century harus diselamatkan. Nah ini melanggar prinsip kehati-hatian," tambah Ichsan.
Seperti diketahui, Bank Century mendapat dana talangan hingga Rp 6,7 triliun pada 2008, meski pada awalnya tidak memenuhi syarat karena CAR.
Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan Bank Indonesia terhadap Century karena diduga mengubah peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP.
Selepas pemberian FPJP, Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik dan mendapat dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun.
Kucuran dana tersebut dilakukan secara bertahap, di mana tahap pertama bank tersebut menerima sebesar Rp 2,7 triliun pada 23 November 2008.
Tahap kedua, pada 5 Desember 2008 sebesar Rp 2,2 triliun. Tahap ketiga, pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,1 triliun. Tahan keempat, pada 24 Juli 2009 sebesar Rp 630 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News