kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.839   -99,00   -0,63%
  • IDX 7.500   8,14   0,11%
  • KOMPAS100 1.161   1,97   0,17%
  • LQ45 920   -0,50   -0,05%
  • ISSI 227   1,06   0,47%
  • IDX30 474   -1,02   -0,21%
  • IDXHIDIV20 571   -1,27   -0,22%
  • IDX80 133   0,19   0,15%
  • IDXV30 141   0,50   0,35%
  • IDXQ30 158   -0,23   -0,15%

Penurunan Suku Bunga Masih Tertahan, Begini Efeknya Terhadap Penerbitan Global Bond


Jumat, 22 Maret 2024 / 02:45 WIB
Penurunan Suku Bunga Masih Tertahan, Begini Efeknya Terhadap Penerbitan Global Bond
ILUSTRASI. Obligasi.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan suku bunga global saat ini masih tertahan. Hal ini dikhawatirkan berdampak pada penerbitan obligasi global pemerintah.

Suku bunga global yang tertahan misalnya karena, Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed memutuskan mempertahankan kisaran target suku bunga acuan federal fund rate (FFR) pada level 5,25% - 5,5%.

Di samping itu, Bank of Japan (BoJ) memutuskan untuk mengakhiri kebijakan suku bunga negatif pada 18 Maret 2024 lalu. Suku bunga BoJ naik menjadi kisaran 0%-0,1%, dari sebelumnya di level negatif -0,1% yang merupakan level terendah selama delapan tahun terakhir.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan, meski BoJ memutuskan menaikkan suku bunganya, tetapi BoJ menekankan bahwa akan tetap akomodatif pada suku bunga jangka panjangnya, atau tetap membeli obligasi pemerintah Jepang (JGB) dengan jumlah yang sama, serta akan menambah jumlah pembeliannya jika yield JGB dirasa terlalu tinggi.

Baca Juga: Sokong bisnis MyRepublic, Emiten Grup Sinarmas (DSSA) Rilis Obligasi Berkelanjutan

Oleh karena itu, Josua melihat imbal hasil JGB tidak akan banyak berubah meski arah suku bunga kebijakan BoJ lebih mengarah untuk naik.

Di samping itu, meski masih menahan suku bunga acuannya, the Fed tetap memberikan sinyal bahwa ruang pemotongan suku bunga acuan akan tetap terjadi pada tahun ini. Lalu, jika suku bunga The Fed turun, maka potensi imbal hasil US Treasury juga akan turun.

Maka dari itu, Josua menyimpulkan, potensi The Fed akan menurunkan suku bunga acuan pada semester II mendatang, dan naiknya suku bunga BoJ tidak akan berdampak pada penerbitan global bond oleh pemerintah.

“Melihat potensi penurunan yield obligasi dari sisi global tersebut, kami melihat akan berdampak positif bagi pembiayaan anggaran pemerintah,” tutur Josua kepada Kontan, Kamis (21/3).

Ia menilai, perubahan suku bunga global ke arah yang lebih rendah menjadi kesempatan bagi pemerintah Indonesia untuk dapat melakukan penerbitan surat berharga atau obligasi guna melakukan pembiayaan APBN.

Lebih spesifiknya, pemerintah dapat menerbitkan global bonds karena pembiayaannya menjadi relatif lebih murah, baik dari sisi suku bunga maupun dari penguatan nilai tukar sejalan dengan naiknya sentimen risiko pada saat pemotongan suku bunga global.

Meski begitu, Josua mengingatkan pemerintah tetap harus menyesuaikan waktu yang tepat untuk menerbitkan SBN terutama global bond.

Baca Juga: KPU Umumkan Prabowo-Gibran Menang Pilpres, Begini Dampaknya Terhadap Pasar Obligasi

“Pada semester I 2024,  di mana high-for-longer masih berlangsung, maka pembiayaan APBN lebih dapat menggunakan penerimaan negara dan SAL (Saldo Anggaran Lebih),” ungkapnya.

Sementara itu, untuk Semester II  2023, ketika ruang pemotongan suku bunga global terbuka dan risiko sentimen meningkat, penerbitan global bond akan dapat lebih menarik bagi investor dan menjanjikan bagi pemerintah.

Untuk diketahui, Pemerintah lebih banyak menarik utang baru pada awal tahun ini. Hal ini untuk mengantisipasi kondisi pasar keuangan global yang diperkirakan tidak menentu di pertengahan tahun 2024.

Kementerian Keuangan mencatat, hingga Februari 2024 pemerintah telah menambah utang baru sebesar Rp 184,3 triliun. Pembiayaan utang ini sudah mencapai 35,3% dari target.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, utang baru tersebut terdiri dari penerbitan surat berharga negara (SBN) neto yang nilainya sudah mencapai Rp 178 triliun atau 26,7% dari target.

Kemudian pembiayaan utang juga berasal dari pinjaman neto yang berasal dari bilateral dan multilateral yang nilainya sudah mencapai Rp 6,5 triliun.

“Penerbitan SBN ini lebih tinggi dari periode sama tahun lalu (Rp 177,7 triliun), namun pinjaman lebih rendah dari tahun lalu yang sebesar Rp 9,3 triliun,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (19/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×