CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.874   -14,00   -0,09%
  • IDX 7.156   -58,36   -0,81%
  • KOMPAS100 1.093   -9,52   -0,86%
  • LQ45 871   -4,28   -0,49%
  • ISSI 216   -2,39   -1,10%
  • IDX30 447   -1,61   -0,36%
  • IDXHIDIV20 540   -0,03   -0,01%
  • IDX80 125   -1,02   -0,81%
  • IDXV30 136   0,09   0,07%
  • IDXQ30 149   -0,27   -0,18%

Penjualan e-commerce terus meroket, lantas bagaimana menarik pajaknya?


Selasa, 03 Desember 2019 / 15:40 WIB
Penjualan e-commerce terus meroket, lantas bagaimana menarik pajaknya?
ILUSTRASI. Warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring di Jakarta, Kamis (18/7/2019). Pemerintah tengah mengupayakan pendekatan untuk memungut pajak dari kegiatan ekonomi digital yang dipastikan dengan pengenaan tarif pajak penghasilan dari setia


Reporter: Bidara Pink, Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki era ekonomi digital, kini menjamur e-commerce di Indonesia. Data Bank Indonesia (BI) mencatat hingga Oktober 2019, penjualan e-commerce di Indonesia terus meningkat signifikan dalam dua tahun terakhir.

Meski begitu, hingga saat ini pemerintah masih belum menetapkan pajak e-commerce. Sementara, menurut data dari lembaga konsultan Deloitte, beberapa negara sudah mulai menerapkan pajak dalam dunia ekonomi digital, seperti Uni Eropa (UE), Perancis, Inggris, dan Spanyol.

Baca Juga: Masih penuh tantangan wujudkan visi sistem pembayaran Indonesia

Menanggapi hal itu, Pakar Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menawarkan strategi bagi pemerintah dalam menarik pajak d tengah meningkatnya transaksi e-commerce tersebut.

Menurutnya, pemerintah hanya perlu lebih ketat dalam menjamin kepatuhan dari para pelaku dalam ekosistem ekonomi digital ini, yaitu dengan mengupayakan terobosan administrasi pajak. "Salah satunya misalkan melalui kewajiban memberikan data transaksi secara detail bagi otoritas," ujar Darussalam kepada Kontan.co.id, Selasa (3/12).

Selanjutnya, e-commerce yang ada di Indonesia pun tidak hanya e-commerce lokal, tetapi ada juga beberapa e-commerce asing.

Baca Juga: Ekonom Core apresiasi langkah pemerintah perluas penerima tax allowance

Darussalam pun memandang bahwa e-commerce asing ini lebih baik diwajibkan untuk terdaftar sebagai pengusaha kena pajak (PKP) sehingga nanti pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) bisa lebih kepada kewajiban pemungutan dan penyetoran.

Sedangkan untuk pajak penghasilan (PPh) bagi platform asing ini, perlu terobosan kebijakan yang bersifat khusus dan sedang dibahas di level global. Darussalam pun berharap agar hasilnya sudah bisa diputuskan pada tahun 2020 dan bisa diimplementasikan.

"Proposal konsensus global tersebut pada dasarnya berpihak bagi negara pasar seperti Indonesia dan ini akan menguntungkan," ujar Darussalam.

Baca Juga: Tokopedia Salam mengalami peningkatan kunjungan 45%

Namun, Darussalam juga menimbau agar Indonesia mulai dari sekarang mendesain kebijakan dalam rangka mengantisipasi tidak tercapainya konsensus.

Sebagai tambahan informasi, penjualan 4 e-commerce terbesar di Indonesia pada tahun 2017 mencapai Rp 43,45 triliun. Sementara tahun 2018 melonjak drastis menjadi Rp 110,960 triliun.

Bahkan, hingga Oktober 2019, total penjualan 4 e-commerce ini sudah mencapai Rp 171,65 triliun. Hal ini memungkinkan terjadinya peningkatan yang lebih besar lagi pada akhir tahun.

Baca Juga: Ubah lelucon pelancong, AirAsia buka restoran yang sajikan menu penerbangan

Demikian juga dengan penjualan 14 e-commerce terbesar di Indonesia. Pada tahun 2017, 14 e-commerce tersebut mencatat jumlah penjualan sebesar Rp 80,82 triliun. Sementara pada keseluruhan tahun 2018, penjualan melonjak menjadi Ro 145,95 triliun. Hingga Oktober 2019, total penjualan 14 e-commerce mencapai Rp 215,24 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×