Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah klasik soal missmatch di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih terus muncul. Opsi untuk kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan pun kembali mengemuka.
Terkait hal ini, Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso mengakui perihal besaran iuran yang dikenakan saat ini memang menjadi salah satu penyebab lembaganya masih digelayuti ancaman defisit.
Termasuk saat menyusun anggaran di tahun ini, dimana besaran iuran yang ditetapkan masih tidak sesuai dengan perhitungan aktuaria yang ideal. "Sehingga tanpa iuran tersebut disesuaikan, defisit bakal terus terjadi," katanya, Jumat (3/11).
Sebagai contoh, untuk kelompok penerima bantuan iuran (PBI) jika merujuk nilai aktuaria besarnya iuran seharusnya Rp 36.000 per anggota tiap bulannya. Namun pemerintah hanya membayar Rp 23.000 per anggota per bulan.
Demikian pula peserta BPJS Kesehatan mandiri kelas III seharusnya Rp 53.000, ditetapkan Rp 25.500 per bulan oleh tiap peserta.
Meski begitu, ia menyebut pihaknya bukan yang berwenang menaikan besaran iuran. BPJS Kesehatan disebutnya dalam posisi untuk memberikan data-data terkait penggunaan dana, peserta, klaim, jenis penyakit, hingga rumah sakit yang dimanfaatkan peserta.
"Pemerintah yang akan gunakan data-data itu dalam menyusun kebijakan seperti menaikkan iuran," ungkapnya.
Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla bilang pemerintah tengah mempertimbangkan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Hal ini menyusul potensi defisit yang diperkirakan bisa mencapai Rp 9 triliun pada tahun 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News