Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank UOB melihat, dengan adanya peningkatan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) dan volatilitas pasar obligasi, membawa risiko beban nilai tukar rupiah yang bisa saja bertambah.
Selain itu, risiko lain yang bisa menekan nilai tukar rupiah, datang dari kemungkinan semakin lebarnya defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dan keluarnya aliran modal asing dari pasar keuangan domestik.
“Terpantau adanya arus modal asing keluar, terutama di pasar obligasi domestik pada Minggu pertama Maret 2021. Adanya pandemi juga semakin menambah ketidakpastian atas pemulihan ekonomi,” ujar Bank UOB dalam laporan bertajuk Quarterly Global Outlook Q2-2021.
Baca Juga: Minim sentimen, rupiah menguat tipis di Rp 14.407 per dolar AS pada Senin (22/3)
Meski ada risiko tersebut, Bank UOB mengingatkan kalau saat ini Bank Indonesia (BI) masih memiliki cadangan devisa yang cukup untuk melakukan intervensi. Seperti yang kita ketahui, cadangan devisa Indonesia mencapai rekor tertinggi sebesar US$ 138,80 miliar di bulan Februari 2021 lalu.
Tak hanya itu, Bank UOB juga mengatakan bahwa kenaikan imbal hasil obligasi kali ini lebih mencerminkan prospek perekonomian global yang cerah, meski memang diikuti dengan risiko-risiko.
Lebih lanjut, Bank UOB memperkirakan pergerakan rupiah di kuartal II-2021 akan berada di level Rp 14.600 per dollar AS. Kemudian pada kuartal III-2021 akan berpotensi ada di Rp 14.700 per dollar AS, dan pada kuartal IV-2021 dan kuartal pertama tahun 2022 akan berada di level Rp 14.800 per dollar AS.
Selanjutnya: Simak proyeksi rupiah untuk perdagangan Selasa (23/3)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News