Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
"Yang jelas dari bunga utang yang tinggi ini mengindikasikan beberapa hal, salah satunya adalah ada ketidakpastian kebijakan yang membuat profil dari risiko surat utang pemerintah ini meningkat," katanya.
Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan, lonjakan angka DSR ini tidak terlepas dari dampak kebijakan pemerintah selama pandemi Covid-19 yang memperbesar defisit fiskal hingga melebihi ambang batas 3%.
Myrdal menilai, pemerintah perlu lebih hati-hati dalam kebijakan pembiayaan negara agar DSR tidak semakin membenani perekonomian.
Baca Juga: Defisit APBN Berpotensi Melebar, Utang Luar Negeri Pemerintah Terancam Naik
Salah satu solusi yang disarankannya adalah penerbitan utang bertenor panjang untuk mengurangi tekanan pada keuangan negara dalam jangka pendek.
"Supaya menghindari DSR-nya tinggi ya mau tidak mau kita kalaupun ingin ada penerbitan hutang sebaiknya menerbitkan hutang yang bertenor panjang," ujar Myrdal kepada Kontan.co.id, Kamis (23/1).
Meski begitu, Myrdal optimistis ruang fiskal Indonesia masih cukup terbuka. Ia menekankan bahwa dibandingkan dengan negara lain, rasio total utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia masih relatif rendah.
"Saya lihat ruang fiskal kita ya masih cukup terbuka ya walaupun ya setidaknya dengan indikator DSR ini menjadi warning ya kalau untuk penerbitan utang jangka pendek sebaiknya jangan terlalu agresif," pungkasnya.
Selanjutnya: Penghematan Anggaran Rp 306,69 Triliun, Bakal Direlokasi untuk Program Apa?
Menarik Dibaca: KA Parahyangan Kembali Beroperasi 1 Februari 2025, Simak Tarif dan Jadwalnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News