kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengusaha: Tim ekonomi SBY penakut


Minggu, 03 November 2013 / 12:50 WIB
Pengusaha: Tim ekonomi SBY penakut
ILUSTRASI. Seseorang yang mudah marah biasanya memiliki trigger atau pemicu tersendiri yang membuat emosi menjadi tidak stabil dan meledak-ledak.


Sumber: Kompas.co |

JAKARTA. Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riza Suarga mengatakan, pemerintah perlu mengambil langkah radikal untuk membenahi fundamental ekonomi Indonesia. Namun, yang terjadi saat ini pemerintah justru takut mengambil langkah radikal menjelang pelaksanaan pemilihan umum.

Riza mengatakan, pembenahan fundamental ekonomi itu dapat dilakukan dengan mulai memperbaiki nilai tukar rupiah. Hal itu perlu karena nilai tukar rupiah terus merosot. Pada 1998, kurs dollar AS setara dengan Rp 2.500 dan kini merosot menjadi Rp 11.000 per dollar AS.

"Konkretnya untuk membenahi fundamental ekonomi, jelas nilai tukar. Tapi sekarang ini kan tim ekonomi pemerintah itu tim ekonomi penakut," kata Riza seusai diskusi soal polemik upah minimum provinsi, Sabtu (2/11/2013) di Jakarta.

Riza mengatakan, keterpurukan itu bukan serta-merta kesalahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut dia, hal yang sama juga terjadi pada masa sebelumnya. Meski demikian, Riza menyatakan bahwa formula pembenahan ekonomi saat ini tidak relevan lagi.

Menurut Riza, keterpurukan nilai tukar rupiah itu antara lain akibat pemerintah mengikuti saran International Monetary Fund (IMF) untuk mengeluarkan kebijakan devisa bebas. Sejak pemberlakukan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, penggunaan mata uang rupiah justru tersisihkan. Sebagian besar sektor ekonomi, seperti industri pertambangan, perhotelan, dan jasa keuangan, justru menggunakan dollar AS sebagai sistem pembayaran. Begitu juga dengan ekspor barang-barang yang harus mampir di Singapura.

Menurut Riza, hal itu justru memberikan keuntungan lebih pada asing. Ia membandingkan kebijakan ekonomi di Indonesia dengan India, di mana kedua negara itu tercatat memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi nilai tukar uangnya sama-sama terpuruk. India yang sebelumnya sama-sama terpuruk 20 persen atas dollar AS, seperti Indonesia. Namun, India kini sudah rebound menjadi di bawah 10 persen karena kebijakan semikontrol devisa.

"Sekarang rupee itu rebound, terpuruk enggak sampai 10 persen. Indonesia tetap. Kapan kita balik lagi, apa masalahnya? Saya enggak melihat ada masalah pertumbuhan ekonomi, tapi kenapa rupiah sempoyongan," ujarnya.

Akibat rupiah yang belum menguat, impor barang pemenuhan kebutuhan, seperti bahan bakar minyak (BBM), menjadi mahal. Hal itu menyebabkan harga barang-barang lain turut terkerek naik.

Untuk itu, Riza mendesak agar pemerintah mengambil langkah yang lebih jelas dan bukan sekadar mencari aman. "Saya tahu ini mau pemilu. Kalau ambil langkah radikal, yang extraordinary suka takut salah. Akhirnya kebiasaan cari aman, yang dikorbankan rakyat,” ujarnya.

Mengenai tuntutan kenaikan upah minimum provinsi, Riza menilai bahwa UMP hanyalah ekses mikro dari kegagalan pemerintah dalam membenahi fundamental ekonomi. Menurut dia, masalah itu tidak akan terulang setiap tahun jika pemerintah berhasil memperbaiki nilai tukar uang, sehingga inflasi bisa terkendali dan daya beli buruh terjamin.

"Kita ini kan selalu takut-takut terus. Lima belas tahun kebijakan fundamental ekonomi yang keliru. Itu yang harus diluruskan. Persoalan ini ngikut semua. UMP itu hanya turunan dari persoalan fundamental yang riil," kata Riza.

Riza menyayangkan adanya pernyataan tentang nilai tukar rupiah sebesar Rp 11.000 per dollar AS sebagai ekuilibirum baru. Ia berpendapat pemerintah seharusnya bisa menentukan kebijakan ekonomi yang bisa mengembalikan nilai tukar rupiah minimal menjadi Rp 9.000 per dollar AS. Dengan demikian, asumsi APBN tak terganggu, begitu juga dengan asumsi subsidi. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×