Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Undang-Undang (UU) Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) yang baru disahkan DPR, Selasa (9/7) bertujuan untuk mengurangi kerusakan hutan oleh para pelaku dari kalangan perusahaan atau korporasi. Namun, kalangan pengusaha mengkhawatirkan penerapan UU itu malah salah sasaran.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Purwadi Soeprihanto, bilang, secara gamblang UU itu menyasar korporasi yang selama ini dianggap pelaku utama perusakan hutan. "Yang terjadi sekarang perusakan hutan dilakukan oleh oknum non korporasi, sehingga bisa jadi malah salah sasaran," ujarnya, Kamis (11/7).
Otomatis, hal itu berpotensi merugikan perusahaan. Bisa jadi, perusahaan akan terkena sanksi pidana dan denda gara-gara ada pegawainya yang menjadi terdakwa kasus pembalakan hutan. Padahal, manajemen perusahaan belum tentu mengetahui kasus itu.
Purwadi juga khawatir, amanat UU ini untuk membentuk lembaga P3H akan menimbulkan tumpang tindih penerapan hukum. Mengingat, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sudah ada instansi yang mengawasi sektor kehutanan.
Ujung-ujungnya, kondisi itu bisa merugikan pengusaha. Pengusaha semakin takut untuk menjalankan bisnisnya. Namun, untuk mencegah hal itu, Purwadi berharap, pemerintah melibatkan pengusaha untuk membuat peraturan turunan UU P3H. APHI tak hanya akan memberi masukan, tapi juga menyediakan data atau informasi seputar kerusakan hutan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan (Kemhut), Hadi Daryanto, mengatakan, aksi perusakan hutan oleh korporasi sudah mengkhawatirkan maka dengan UU ini, kasus-kasus itu diharapkan dapat diminimalkan dan dicegah. "Korporasi kelas besar dan kecil sama saja akan menjadi tujuan penegakan UU Pencegahan Perusakan Hutan ini," ujarnya, Rabu (10/7).
Hadi meyakini, UU ini tidak akan tumpang tindih dengan aturan yang lain. Termasuk untuk pembentukan lembaga khusus P3H, tetap sinkron dengan instansi lainnya. Mengingat, pembentukan lembaga P3H akan melibatkan Kemhut, kepolisian, kejaksanaan dan unsur lain yang terkait. "Lembaga P3H harus sudah terbentuk maksimal dua tahun sejak UU P3H terbit," terang Hadi.
Pengamat Kehutanan Haryanto R. Putro, berpendapat, selain penegakan aturan, pemerintah harus mulai memberikan izin pemanfaatan lahan hutan secara khusus untuk komoditas tertentu. Itu bukan hanya akan melindungi hutan dari kerusakan, tapi bisa menciptakan pengembangan hutan sesuai potensi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News