kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha ritel hentikan program plastik berbayar


Senin, 03 Oktober 2016 / 06:20 WIB
Pengusaha ritel hentikan program plastik berbayar


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menghentikan program kantong plastik berbayar yang dijalankan di toko ritel modern seluruh Indonesia mulai 1 Oktober 2016.

Langkah ini dilakukan Aprindo hingga pemerintah menerbitkan aturan yang lebih kuat. Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey bilang, pengenaan biaya pada kantong plastik di toko ritel modern merupakan uji coba program pemerintah. Namun, uji coba ini dinilai semakin menuai pro kontra di kalangan masyarakat.

Peritel tidak hanya menerima kritikan, namun bisa berujung pada ancaman tuntutan hukum. Itu bisa saja terjadi karena pemungutan itu tanpa berdasarkan peraturan hukum yang kuat. "Ini bisa saja terjadi meskipun kami telah melakukan sosialisasi program melalui berbagai media, personel toko, memasang Surat Edaran (SE) Dirjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta sarana informasi di toko anggota Aprindo," kata Roy dalam rilisnya, Jumat (30/9).

Seperti diketahui, program kantong plastik berbayar didasarkan Surat Edaran Dirjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor SE/8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tentang Pengurangan Sampah Plastik Melalui Penerapan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai Tidak Gratis.

Aturan ini menjadi dasar pengenaan biaya kantong plastik sebesar Rp 200, sambil menunggu peraturan menteri yang saat ini masih dikaji. Surat edaran dikeluarkan setelah uji coba program kantong plastik berbayar berhasil dijalankan selama periode 21 Februari hingga 31 Mei 2016.

Selama masa uji coba tersebut, pengelola toko ritel modern melaporkan pengeluaran kantong plastik kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Aprindo. Hasil dari laporan itu akan menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah.

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi Kementerian LHK, terlihat penurunan penggunaan kantong plastik sebesar 25%-30% selama masa uji coba tiga bulan pertama. Pada periode tersebut, 87,2% masyarakat menyatakan dukungan dan 91,6% bersedia membawa kantong belanja sendiri dari rumah.

Memberatkan

Namun menurut Roy, saat ini, beberapa pemerintah daerah telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang pengelolaan sampah, khususnya penanganan limbah kantong plastik. Namun, isi dari Perda itu tidak sejalan dengan SE Kementerian LHK.

Hal tersebut mengakibatkan sebagian peritel mundur dari komitmen untuk menjalankan uji coba di tokonya, sehingga ditengarai memicu persaingan bisnis yang tidak sehat di industri ritel modern.

"Pada prinsipnya, Aprindo tetap mendukung program pemerintah. Namun, kami berharap peraturan menteri terkait penerapan kantong plastik tidak gratis dapat segera diterbitkan agar pelaksanaannya dapat berjalan lebih optimal. Aprindo juga siap memberikan masukan terkait peraturan menteri tersebut," katanya.

Konsultan Hukum Frans Winarta & Partners, Michael Herdi Hadylaya dalam opininya di KONTAN, pernah menyebutkan, selain memiliki landasan yuridis yang lemah, kebijakan plastik berbayar juga memberatkan konsumen. Sebab, biaya atas pengendalian pencemaran sudah dimasukkan ongkos produksi kantong plastik.

Belum lagi, selama ini, ada retribusi pengelolaan sampah yang sudah dipungut pemerintah daerah. Jika pengguna kantong plastik harus membayar lagi, berarti tiga kali pengguna kantong plastik bertanggung jawab atas satu perbuatan. Selain tidak adil, ada masalah soal alokasi hasil penjualan kantong plastik yang tidak secara jelas pengaturannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×