kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha belum rasakan perbaikan layanan izin


Kamis, 08 September 2016 / 15:43 WIB
Pengusaha belum rasakan perbaikan layanan izin


Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan posisi Indonesia dalam Rangking Ease Of Doing Business dengan mengeluarkan paket-paket kebijakan ekonomi masih banyak yang belum terselesaikan di tingkat bawah.

Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) seyogyanya mempercepat proses perizinan. Faktanya masih banyak di daerah yang belum menerapkan PTSP.

"Perizinan usaha yang tergolong sederhana dan tidak kompleks saja masih ada yang ditemui prosesnya hingga 1 minggu," kata Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Chris Kanter, Kamis (8/9).

Indikator kemudahan berusaha itu terdiri dari beberapa sektor diantaranya, memulai usaha, perizinan, pendaftaran properi, kelistrikan, pembayaran perpajakan, perdagangan lintas negara, akses perkreditan, perlindungan pada investor minoritas, penegakan kontrak dan penyelesaian kepailitan.

Selain itu, di sektor jasa seperti informasi dan teknologi (IT) dan sektor transportasi logistik memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi yang mendorong kemudahan berusaha.

Keseriusan pemerintah dalam proses pembahasan terkait dengan perumusan dan peninjauan regulasi dinilai masih lemah. Pasalnya, dalam setiap kesempatan pembahasan pejabat yang mengampu kewenangan kerap kali mewakilkan. Walhasil, proses pengambil keputusan menjadi lama.

Sekadar catatan, tahun 2016 peringkat kemudahan berusaha di Indonesia berada diperingkat 109 dari 189 negara. Bila dibandingkan dengan negara lain, posisi Indonesia berada jauh di bawah negara-negara di kawasan ASEAN lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina.

Walau demikian, Chris optimistis target peningkatan ranking seperti yang ditargetkan oleh Presiden yakni mencapai 40 sebelum tahun 2019 dapat tercapai. Namun, untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan konsistensi dari seluruh pemangku kepentingan.

Untuk mendukung upaya kemudahan berusaha tersebut, salah satu pihak yang terlibat yakni Kementerian Perdagangan (Kemdag) khususnya Ditjen Perdagangan Luar Negeri telah melakukan berbagai langkah. "Kemdag dituntut untuk meningkatkan kemudahan kepada pengusaha," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemdag, Dodi Edward.

Beberapa diantaranya adalah, menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 48/M-DAG/PER/7/2015 tentang ketentuan umum di bidang impor. Dengan beleid itu, diharapkan dapat mengurangi dwelling time yang terjadi di pabean.

Selain itu, dalam paket kebijakan ekonomi jilid I, Kemdag telah melakukan deregulasi dan debirokratisasi perijinan, diantaranya, penghapusan syarat hubungan istimewa dan Berita Acapa Pemeriksaan (BAP) Kabupaten atau Kota dalam penerbitan Angka Pengenal Impor (API).

Penghapusan perijinan IT dan IP untuk beberapa komoditi contohnya hortikultura dan produk kehutanan. Penghapusan persyaratan rekomendasi dari kementerian teknis terkait TPT dan garam. Service Level Agreement (SLA) penerbitan perizinan dari 5 hari menjadi 3 hari untuk produk kehutanan, beras, gula.

Penerbitan perizinan dengan tanda tangan elektronik yang telah diberlakukan per 1 Februari 2016 berdasarkan Permendag Nomor 123/M-DAG/PER/12/2015 untuk tujuh jenis perijinan ekspor dan impor yakni, hewan dan produk hewan, tumbuhan alamdan satwa liar, beras, telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet, mesin multifungsi berwarna, mesin fotokopi berwarna dan mesin printer berwarna, produk hortikultura dan bahan perusak lapisan ozon.

Saat ini terdapat 88 perizinan ekspor dan impor yang diterbitkan Kemdag. Dari jumlah tersebut, sebanyak 64 perizinan atau sekitar 73% diantaranya diajukan secara mandatori online.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×