kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Pengusaha asal Sorong diancam bui 5 tahun


Jumat, 22 Agustus 2014 / 15:10 WIB
Pengusaha asal Sorong diancam bui 5 tahun
ILUSTRASI. 4 Kebiasaan Orang Tua yang Bisa Bikin Anak Jadi Narsis.


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Direktur PT Papua Indah Perkasa Teddy Renyut telah menyuap Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk sebesar SG$ 100.000 secara bertahap. Uang tersebut menurut JPU, diberikan terkait proyek pembangunan rekonstruksi tanggul laut abrasi pantai di Kabupaten Biak Numfor, Papua.

"Melakukan beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang sebesar SG$ 63.000 dan SG$ 37.000 kepada Yesaya Sombuk," kata Jaksa Antonius Budi Satria saat membacakan surat dakwaan Teddy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (22/8).

Kasus ini bermula dari perkenalan antara pengusaha asal Sorong tersebut dengan Yesaya pada sekitar bulan MAret 2014. Saat itu, Yesaya belum menjabat sebagai bupati. Ia baru dilantik sebagai Bupati Biak Numfor periode 2014-2019 berdasarkan Keputusan Presiden tanggal 3 Maret 2014.

Satu bulan berikutnya, Yesaya mengajukan usulan atau proposal proyek pembangunan tanggul laut kepada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) untuk diusulkan dalam APBN-P tahun 2014. Proposal tersebut, dibawa oleh Kepala Bappeda Kabupaten Biak Numfor Turbey Anisimus Dangeubun kepada Deputi V Kementerian PDT.

Akhir Mei 2014, Teddy memberitahukan kepada Turbey bahwa proyek tersebut akhirnya masuk dalam APBN-P tahun 2014 dengan anggaran sebesar Rp 20 miliar. Teddy akhirnya memberitahukan Turbey bahwa dirinya bersedia mengawal pengusulan proyek tersebut ke Kementerian PDT. Informasi ini kemudian diteruskan oleh Turbey ke Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Biak Numfor Yunus Saflembolo untuk dilaporkan kepada Yesaya.

Yesaya kemudian meminta uang sebesar Rp 600 juta kepada Teddy melalui Yunus. Sekitar Juni 2014, keduanya mengadakan pertemuan di Hotel Acacia, Jakarta. Saat itu, Teddy bersedia mencarikan pinjaman kredit bank untuk Yesaya asalkan dia bisa mendapat pekerjaan yang pasti dari Yesaya. Teddy kemudian menyampaikan bahwa ada anggaran program bencana sebesar Rp 20 miliar untuk Biak Numfor dalam APBN-P 2014.

"Saat pertemuan di Hotel Acacia tersebut, Yesaya Sombuk mengatakan kepada Teddy Renyut, "Kalau ada proyek ke Biak, kau yang kalau dan kau yang kerja"," kata Jaksa Antonius sambil menirukan perkataan Yesaya. 

Yesaya akhirnya memerintahkan Yunus untuk datang ke Jakara dan mengecek kejelasan proyek itu, hingga akhirnya Yunus pun memperoleh kepastian bahwa proyek tersebut memang ada dalam APBN-P 2014. Kabar ini disusul dengan permintaan uang oleh Yesaya kepada Teddy melalui Yunus. Teddy pun menyanggupi permintaan Yesaya dengan memberikan uang sebesar Rp 600 juta dalam bentuk SG$ 63.000 pada 13 Juni 2014. 

Namun, pemberian tersebut dirasa kurang oleh Yesaya. Yesaya kemudian meminta lagi uang sebesar Rp 350 juta kepada Teddy melalui Yunus. Teddy pun menyanggupinya dengan menyerahkan uang tersebut dalam bentuk SG$ 37.000 kepada Yesaya di Hotel Acacia Jakarta pada 16 Juni 2014 dengan ditemani Yunus. Tak lama setelah transaksi tersebut, petugas KPK datang dan memboyong mereka ke Gedung KPK.

Atas perbuatan ini, Teddy didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan Primar. Sedangkan dalam dakwaan subsidair, Teddy dijerat dengan Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Teddy terancam dengan hukuman pidana maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta.

Menanggapi dakwaan tersebut, baik Teddy maupun penasihat hukumnya, Effendi Saman mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×