kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.265   -55,00   -0,34%
  • IDX 7.057   -8,46   -0,12%
  • KOMPAS100 1.055   -0,65   -0,06%
  • LQ45 828   -2,28   -0,27%
  • ISSI 215   0,07   0,03%
  • IDX30 424   -0,68   -0,16%
  • IDXHIDIV20 513   0,21   0,04%
  • IDX80 120   -0,17   -0,14%
  • IDXV30 125   0,79   0,63%
  • IDXQ30 142   0,12   0,08%

Pengamat: Ulah Briptu W, bukti polisi masih arogan


Rabu, 06 November 2013 / 12:26 WIB
Pengamat: Ulah Briptu W, bukti polisi masih arogan
Ketua Penyelenggara B20 Indonesia Shinta Widjaja Kamdani (kanan). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Kasus penembakan yang dilakukan oleh anggota kepolisian dari Satuan Brimob Polri, Briptu W, menunjukkan bahwa polisi masih bersikap arogan terhadap masyarakat. Padahal, sebagai instansi penegak hukum yang selalu berhubungan langsung dengan masyarakat sipil, Polri seharusnya dapat menjadikan masyarakat sebagai mitra kerja.

Pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, mengatakan, sikap Briptu W yang meminta agar korban hormat kepadanya sebelum tewas ditembak sudah keterlaluan. Tidak sepantasnya seorang anggota kepolisian menerapkan aturan militer di dalam sebuah komunitas masyarakat.

"Persoalan hormat itu tidak bisa diterapkan anggota di masyarakat atau kelompok tertentu. Norma tersebut berlaku di dalam kesatuan saja," Bambang kepada Kompas.com, Rabu (6/11/2013).

Bambang pun mengkritik sikap Briptu W yang dikabarkan kerap meminta jatah uang maupun minuman keras kepada para satpam di sana. Hal itu, menurutnya, menunjukkan jika pembinaan mental anggota Polri oleh atasan masih lemah. Bahkan, ia mengatakan, hampir tidak ada pembinaan mental yang diberikan kepada kesatuan agar anggota tidak melakukan hal yang dianggap negatif.

Akan tetapi, di sisi lain, Bambang menyoroti persoalan kesejahteraan anggota kepolisian di tingkat bawah. Menurutnya, ada kesenjangan penghasilan yang tinggi antara bawahan dan atasan. Namun, hal itu sebenarnya dapat diantisipasi dengan sejumlah cara.

"Kita juga tahu, kalau petinggi di Polri itu kerap dapat jatah dari perusahaan. Uang tersebut seharusnya dapat dibagikan ke satuan sehingga semuanya bisa mendapat jatah dan tidak ada lagi kesenjangan yang tinggi," katanya.

Seperti diberitakan, Briptu W, oknum Brimob Polri yang menembak seorang anggota satpam bernama Bachrudin (35) di Ruko Seribu Blok L Galaxy, Taman Palem Lestari, Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (5/11/2013) malam, disebut-sebut sering mendatangi kompleks ruko tersebut. Pelaku kerap datang dalam kondisi mabuk untuk meminta jatah. 

Seorang rekan korban bernama Lorent (22) mengatakan, pelaku sudah dikenal oleh satpam-satpam lain di kompleks ruko tersebut. Menurut dia, W sering datang ke sana dan meminta jatah uang ataupun minuman keras. Pelaku juga dikenal "menguasai" kawasan itu dengan meminta para satpam di kawasan tersebut mematuhinya.

Sebelum menembak Bachrudin (30), W menegurnya karena tak memberi hormat. Oknum polisi ini pun meminta Bachrudin melakukan push-up sebagai hukuman. Karena merasa tak bersalah, Bacharudin menolak melakukan perintah itu. Menerima penolakan, W langsung menembak Bachrudin dari jarak sekitar setengah meter.

Bachrudin langsung jatuh dan tewas di tempat akibat tembakan tersebut. Peluru menembus dada kirinya. Lokasi penembakan berada di depan kantor Panin Bank yang berjarak 100 meter dari Pintu III Seribu Ruko. Jenazah Bachrudin sudah dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk diotopsi. (Dani Prabowo/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×