CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Pengamat transportasi sarankan penerbitan perpres terkait peniadaan mudik 2021


Minggu, 28 Maret 2021 / 13:40 WIB
Pengamat transportasi sarankan penerbitan perpres terkait peniadaan mudik 2021
ILUSTRASI. Calon penumpang menunggu jadwal keberangkatan bus di Terminal Terpadu Pulo Gebang, Jakarta. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menuturkan, agar kebijakan pelarangan mudik lebaran tahun 2021 berjalan efektif, pemerintah sebaiknya dapat menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres).

Penerbitan Perpres tentang Pelarangan Mudik Lebaran Tahun 2021 bertujuan agar ada anggaran khusus bagi Polri, sehingga dalam melaksanakan pelarangan mudik Lebaran 2021 dapat bekerja maksimal.

"Ini sangat strategis karena dampaknya terkait kepercayaan dan keberhasilan program penanganan covid. Semestinya Presiden dapat turun langsung ikut menangani dan memantau. Kalau tidak ada perintah Presiden langsung disangsikan apakah Polri mau bekerja maksimal di lapangan. Pemerintah harus lebih cerdas dan bijak dalam implementasi larangan mudik lebaran," jelas Djoko yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat dalam keterangan resmi, Minggu (28/3).

Djoko menjelaskan, keputusan pelarangan mudik sebenarnya berdasarkan pada data, dimana setiap kali selesai liburan panjang, angka penularan covid-19 pasti meningkat signifikan.

Baca Juga: Pemprov DKI dukung pelarangan mudik, minta warga rayakan lebaran secara virtual

"Ada pelarangan mudik, walaupun pada kenyataannya di lapangan pasti akan ada pelanggaran. Jika tidak dilarang, susah dibayangkan jutaan manusia mudik seperti tidak ada pandemi dan pasti juga nantinya akan ada ledakan penderita covid baru pasca lebaran," imbuhnya.

Jika terjadi gelombang kasus Covid-19 pasca lebaran, tentunya akan membuat masyarakat tidak percaya kepada pemerintah. 

"Memang banyak energi yang harus dikeluarkan di lapangan, itu harga yang harus ditanggung pemerintah," imbuhnya.

Bercermin pada libur panjang sebelumnya dan libur lebaran tahun lalu, Djoko menilai pelarangan mudik akan mengulang kesalahan masa lalu, jika tidak dilakukan evaluasi menyeluruh. Polri yang memiliki wewenang di jalan raya tidak mampu melarang sepenuhnya mobilitas kendaraan. Masyarakat punya cara mengakali dengan berbagai macam.

Selain itu, dampak lain yang diperkirakan, seperti angkutan umum pelat hitam akan semakin marak. Kendaraan truk diakali untuk mengangkut orang. Bisnis PO Bus resmi makin terpuruk setelah tahun lalu juga mengalami masa suram. 

"Pendapatan akan berkurang dan menurun drastis. Mudik menggunakan sepeda motor masih mungkin dapat dilakukan. Karena jalan alternatif cukup banyak dan sulit dipantau," ungkapnya.

Data dari Dinas Perhubungan Jawa Tengah, pada saat musim pelarangan mudik lebaran 2020, sebanyak 1.293.658 orang masuk ke Jawa Tengah. Potensi mudik lebaran ke Jawa Tengah tahun 2020 diprediksi sebesar 5.956.025 orang. Adapun yang memilih tidak mudik 3.335.374 orang (56%), mudik 2.203.729 orang (37%) dan mudik dini 416.922 orang (7%).

Baca Juga: KAI dukung larangan mudik Lebaran 2021, penjualan tiket mudik belum dibuka

Lebih lanjut, Djoko menilai jika pemerintah ingin serius melarang dapat dilalukan opsi. Diantaranya pada rentang tanggal yang sudah ditetapkan pelarangan mudik yaitu 6-17 Mei 2021, semua operasional transportasi di bandara, terminal penumpang, stasiun kereta dan pelabuhan dihentikan. Tahun lalu, operasional kereta api jarak jauh, kapal laut dan penerbangan domestik dan internasional,  berhenti operasi mulai 25 April hingga 9 Mei.

"Tidak perlu ada pengecualian, sehingga hasilnya akan lebih terasa manfaatnya. Perlu dipertimbangkan menggunakan frasa melarang, namun nanti masih banyak pengecualian yang dilakukan," jelasnya.

Selanjutnya: Aturan pengendalian transportasi disiapkan, setelah larangan mudik Lebaran

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×