Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musim pembagian dividen perusahaan telah tiba. Meski untung bagi investor, namun bisa jadi mengkhawatirkan secara makroekonomi lantaran kemungkinan mengalirnya dana keluar (outflow).
Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, dengan pembagian dividen tersebut, merupakan korelasi positif dengan pelemahan nilai tukar.
Lantaran pada saat penyetoran dividen pembelian dollar melonjak terutama pada perusahaan yang kepemilikan sahamnya oleh asing.
Menurutnya, meski hal ini termasuk gejolak musiman, tapi efeknya pada nilai tukar paling terasa yakni di tahun 2016 yang sempat terkoreksi hingga Rp 13.587 per dollar pada akhir Mei.
Namun, pada tahun ini Bhima memprediksi depresiasi rupiah akan mencapai Rp 13.800 hingga Rp 13.980.
“Asing yang menyetor dividen ke induk perusahaan atau investor di luar negeri memang berkorelasi positif dengan pelemahan kurs. Karena saat penyetoran dilakukan pembelian dollar melonjak,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (27/3).
Bhima menambahkan, secara historikal pada kuartal II tahun 2016 dan 2017 terlihat transaksi portofolio dalam neraca pembayaran yang mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Diamana pada kuartal II – 2016 mencapai US$ 8,3 miliar dan di kuartal II-2017 sebesar US$ 8,13 miliar dollar.
“Ini disebabkan pembelian instrumen efek oleh investor asing meningkat signifikan jelang pembagian dividen,” tambahnya.
Lebih detail Bhima menjelaskan, namun pada kuartal 3 - 2016 angkanya turun menjadi US$ 1,7 miliar dan US$ 4 miliar pada tahun 2017. Artinya pasca pembagian dividen investor asing mencatatkan net sell dan polanya hampir sama dalam beberapa tahun terakhir.
“Saat pembagian dividen defisit transaksi berjalan di tahun 2016 sebesar -2,41% terhadap PDB dan di 2017 angkanya -1,9%. Untuk tahun ini diproyeksi lebih besar dibanding tahun 2017 yakni -2,2%,” jelasnya.
Secara terpisah, pengamat ekonomi Bank Permata David Sumual mengatakan, pada kuartal II memang tengah musim rapat umum pemegang saham (RUPS) diikuti dengan pembagian dividen.
Pada tahun 2016 di bandingkan tahun 2017 neraca perdagangan mengalami defisit dari US$ 7,6 miliar menjadi US$ 8,1 miliar.
“Nah itu terutama disebabkan oleh peningkatan dari bagi hasil untuk sahamnya dari US$ 5,7 miliar meningkat jadi US$ 6,1 miliar,” ujarnya.
Menurutnya, pada tahun-tahun sebelumnya nilai tukar tersebut tertolong lantaran dilakukannya pengampunan pajak atau tax amnesty. Di mana tax amnesty sebenarnya membantu berkurangnya peningkatan outflow akibat pembagian dividen.
Ke depannya, karena masifnya investasi yang dilakukan asing akan berpengaruh pada investasi yang masuk ke perusahaan tersebut.
“Seperti perbankan, dan sektor lain yang banyak dimiliki asing, ketika jumlah investasinya dari tahun ke tahun semakin besar, akan berpengaruh pada dividen yang akan meningkat,” tutup David.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News