Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan terkait pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) atas sektor properti. Sebab, konsep PPnBM dinilai sudah kuno alias sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Pengamat Pajak Center for Information Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, secara statutory tax burden memang progresif, sehingga berdampak pada distributional income dengan artian ada aspek keadilan masyarakat miskin, menengah, dan kaya. Tapi, realitanya secara economics tax burden belum tentu menjadi pajak progresif.
“Bahkan bisa saja regresif lebih menguntungkan si kaya. Dalam implementasinya juga banyak permasalahan, banyak celah yang dapat dijadikan lubang penghindaran. Belum lagi mendefinisikan properti mewah itu seperti apa inikan sangat relatif ya,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Selasa (15/9).
Fajry menambahkan, pajak tidak langsung baik PPnBM maupun pajak pertambahan nilai (PPN) memang tidak cocok sebagai instrumen untuk mengurangi kesenjangan atawa aspek keadilan.
Baca Juga: Pemerintah perlu pertimbangkan ini sebelum cabut PPnBM sektor properti
Menurutnya, untuk memperbaiki distributional income/wealth lebih baik menggunakan pajak penghasilan (PPh). Kata Fajry, pajak tidak langsung sebagai sudah seharusnya dikembalikan ke instrumen penerimaan.
“Inilah mengapa luxury tax diberbagai belahan dunia dihapuskan. Tidak ada lagi itu. Seperti di Amerika Serikat, Yacth tidak lagi dikenakan luxury tax,” ujar Farjy.
Berdasarkan infomasi yang dihimpun Kontan.co.id, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tahun depan akan melakukan analisis terhadap efektivitas pengenaan PPnBM sektor properti.
Setali tiga uang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 86/PMK.010/2019 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah akan direvisi.
Dalam dokumen pemaparan Rapat Dengar Pendapat (RDP) BKF Kemenkeu dengan Komisi XI DPR RI Kamis (10/9) yang dihimpun Kontan.co.id disebutkan alasan otoritas fiskal mengevaluasi PPnBM sektor properti meliputi tiga hal.
Pertama,adanya pertumbuhan sektor properti beberapa tahun terakhir mengalami perlambatan. Kedua, pengaturan PPnBM terhadap rumah mewah saat ini berpotensi mendorong adanya praktek penghindaran pajak.
Baca Juga: Usulan pemberian pajak nol persen terhadap pajak kenderaan bermotor akan dikaji
Ketiga, memberikan rekomendasi mengenai format kebijakan pengenaan pajak pada sektor properti yang tergolong mewah dengan melihat industri properti hunian dan permasalahannya.
Adapun, BKF menjadwalkan tahun depan pada Januari-April sudah melakukan persiapan dan penyusunan kerangka kajian. Kemudian pada Mei-Juli,BKF mengumpukan, mengolah data, dan analisis awal.
Lalu, Juli-Oktober penulisan draf awal dan penyempurnaan hasil kajian . Barulah pada Oktober-Desember merupakan periode penyusunan laporan akhir dan penyampaian hasil kajian.
Selanjutnya: Kemenko Perekonomian akan kaji usulan pembebasan pajak kendaraan bermotor baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News