kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat Pendidikan: DKI harus tiru Solo dan Jogja


Kamis, 12 September 2013 / 12:01 WIB
Pengamat Pendidikan: DKI harus tiru Solo dan Jogja


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Rencana Dinas Pendidikan DKI (Disdik) Jakarta untuk melarang pelajar di bawah 17 tahun membawa kendaraan ke sekolah, mendapat tanggapan dari sejumlah pengamat pendidikan.

Arief Rahman Hakim, Praktisi dan Pengamat Pendidikan, menilai, rencana kebijakan Disdik DKI itu sangat baik untuk menekan tingkat kecelakaan yang melibatkan kalangan pelajar.

“Hukum harus ditegakkan. Kalau siswa belum dapat surat izin mengemudi (SIM) dari kepolisian, mereka tidak boleh membawa kendaraan,” kata Arif saat dihubungi KONTAN melalui ponselnya, Kamis (12/9).

Namun, lanjut Arif, apabila seorang pelajar sudah mendapatkan izin kepolisian, yang bersangkutan juga tidak boleh dilarang pihak sekolah untuk membawa kendaraan.

“Kalau polisi sudah memberikan izin, masa pihak sekolah melarang? Jadi, tidak perlu ada wacana pihak sekolah tidak menyediakan lahan parkir,” imbuh Guru Besar Universitas Negeri Jakarta itu.

Yang terpenting, tambah dia, pihak sekolah harus bisa memisahkan mana siswa yang sudah boleh dan belum membawa kendaraan. Caranya, bisa dilihat dari biodata siswa di sekolah tersebut.  

Jika siswa yang belum punya SIM tetap membawa kendaraan ke sekolah, pihak sekolah bisa memberikan sanksi. Dari mulai teguran, skorsing, hingga mengeluarkan siswa tersebut. 

Pendapat serupa diungkapkan Darmaningtyas, Pengamat Pendidikan dan Transportasi. Dia bilang, kebijakan Disdik DKI Jakarta itu bisa menekan tingginya angka kecelakaan yang melibatkan pelajar.

Jakarta harus meniru Solo dan Yogyakarta

Menurut dia, sudah saatnya lembaga pendidikan di Jakarta meniru Kota Solo di Jawa Tengah yang telah menerapkan larangan siswa membawa kendaraan sejak tahun lalu.

Di Solo, Kepolisian Resor Kota Surakarta telah mengefektifkan larangan siswa bersekolah mengendarai kendaraan sepeda motor bagi mereka belum berumur 17 tahun.

Alasannya, siswa yang belum memilik SIM sangat riskan mengalami kecelakaan di jalan raya, karena mereka tidak mempunyai kompetensi mengemudikan sepeda motor.

Namun, menurut Darmaningtyas, kebijakan larangan siswa di bawah umur mengemudikan kendaraan, juga harus didukung oleh peningkatan fasilitas transportasi umum buat mereka.

Untuk hal itu, dia menyarankan agar Jakarta meniru kebijakan Pemerintah Provinsi Yogyakarta. Di Kota Gudeg, tarif angkutan khusus pelajar lebih murah dibandingkan masyarakat umum.

“Sekarang, kan, tarif bus Transjakarta untuk pelajar dan masyarakat biasa tidak berbeda. Itu yang membuat pelajar tidak mau memanfaatkan jasa transportasi massal,” tegas Darmaningtyas saat dihubungi KONTAN melalui ponselnya, Kamis (12/9).

Dengan memanfaatkan jasa bus Transjakarta, selain bisa mencegah kecelakaan kendaraan bermotor buat siswa, tawuran pelajar pun bisa dihindari.

“Jika pelajar berkelahi di dalam bus Transjakarta, mereka akan berhadapan langsung dengan petugas bus dan penumpang umum lainnya,” imbuh Darmaningtyas.

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Provinsi atau Disdik DKI Jakarta, yakni menambah jumlah armada bus sekolah.

Dengan demikian, menurut Darmaningtyas, para pelajar akan menjadi terbiasa untuk tidak membawa kendaraan pribadi ke sekolah.

Sekadar mengingatkan, Disdik DKI Jakarta akan membuat surat imbauan kepada orangtua murid, agar tidak mengizinkan anaknya yang berusia di bawah 17 tahun membawa kendaraan ke sekolah.

Rencana kebijakan itu menyusul terjadinya kecelakaan maut di Tol Jagorawi yang melibatkan AQJ (13) hingga membuat enam orang tewas pada Minggu (9/9/) dini hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×