Reporter: Venny Suryanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki era new normal di Indonesia tentunya memberikan kekhawatiran yang besar pada masyarakat di tengah masih adanya wabah Covid-19.
Sebagaimana yang diketahui dan dialami bersama, bahwa terhitung sejak awal Maret 2020 hingga saat ini, seluruh masyarakat di Indonesia tak terlepas dari pandemi Covid-19 yang muncul di di Kota Wuhan, Tiongkok, pada akhir Desember 2019 yang lalu.
Baca Juga: Guru di Kota Bekasi akan jalani rapid test sebelum kebijakan belajar mengajar dimulai
Menurut Djoko Setijowarno, saat itu pemerintah juga memberikan kebijakan-kebijakan untuk memutuskan rantai penyebaran seperti bekerja dari rumah, pembatasan sosial berskala besar dan protokol kesehatan selama Pandemi.
Ketika memasuki new normal, menurutnya kini sudah saatnya bagi Pemerintah untuk menata atau merancang kembali terutama angkutan alternatif yang bisa untuk menggantikan peran ojek, dalam hal mana moda angkutan tersebut mampu menyediakan ruang/jarak antara pengemudi dan penumpangnya, bahkan sangat memungkinkan dipasang sekat pemisah secara permanen, sehingga masing-masing pihak dapat merasa terjaga kesehatannya.
Ia bilang, sesungguhnya tidak sulit untuk merancang moda angkutan tersebut karena pada saat ini kendaraan yang penulis maksudkan sudah eksis di beberapa kota di Indonesia, yang terbanyak ada di Jakarta, yaitu kendaraan roda tiga yang populer disebut “bajaj” (mengambil nama merk kendaraan tersebut).
“Pada kendaraan bajaj sangat mudah dipasang sekat permanen, sehingga tercipta jarak sosial (social distancing) karena terpisahnya antara ruang penumpang dan ruang pengemudi,” Katanya dalam keterangan resmi, Selasa (2/6).
Baca Juga: Siap dibuka kembali, begini prosedur wisata di Kota Tua Jakarta
Hanya saja, kelemahan pada operasional bajaj di Jakarta saat ini adalah jumlah armada masih terbatas tidak sebanyak jumlah sepeda motor, dan adanya pembatasan wilayah operasi tidak seleluasa pergerakan ojek. Sedangkan keunggulan bajaj, kendaraan roda tiga ini mampu mengangkut penumpang sekaligus barang, memiliki rumah-rumah yang menjadikan pengemudi dan penumpang terlindung dari cuaca panas maupun hujan, sehingga bajaj dapat disebut juga sebagai moda angkutan alternatif yang lebih manusiawi.
Guna lebih mempopulerkan bajaj, Pemerintah dapat menghilangkan pembatasan wilayah operasi, sehingga menjadi leluasa layaknya sepeda motor. Pada setiap kendaraan bajaj, setelah dipasangi sekat permanen, dapat pula diwajibkan dipasangi meteran penghitung ongkos (argometer), metode pembayaran non tunai, bahkan dapat pula diterapkan system pemesanan secara daring.
“Hal tersebut tidaklah sulit untuk diterapkan, Pemerintah bisa merangkul perusahaan penyedia/produsen kendaraan, organisasi angkutan darat (ORGANDA), kalangan perbankan, sekaligus perusahaan penyedia aplikasi sistem pemesanan daring,” harapnya.
Ia juga memperhitungkan, tantangan yang akan muncul kemungkinan besar datang dari pihak penyelenggara ojek saat ini. Namun hal itu tentunya masih sangat bisa diatasi yaitu dengan pemberian kesempatan kepada mereka untuk melakukan konversi dari sepeda motor ke bajaj.
Baca Juga: New Normal di Bursa Efek Indonesia (BEI) Bergantung Kondisi Ekonomi
Djoko berharap; Pemerintah juga perlu membentuk Tim yang terdiri dari berbagai Kementerian/Lembaga dengan syarat yang ketat untuk tidak saling mengambil keuntungan sektoral, sehingga dengan niat baik dalam rangka menerapkan angkutan yang sehat dan manusiawi serta modern dapat
Di samping itu, sebagai informasi, di daerah Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat sudah lama beroperasi becak nempel motor (bentor). Keberadaan bentor inipun dapat dikembangkan menjadi moda angkutan pengganti ojek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News