Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengumumkan realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bulan Februari tahun 2018 mengalami defisit sebesar Rp 48,9 triliun.
Angka itu masih dianggap wajar. Pengamat ekonomi Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, sangat mungkin pemerintah pertahankan defisit sesuai target asalkan penerimaan negara bisa terjaga khususnya pajak.
“Realisasi per Februari pendapatan negara 10,6% dari target saya rasa butuh kerja ekstra sampai akhir tahun untuk mencapai Rp1.894,7 triliun,” katanya kepada Kontan.co.id, Senin (12/3).
Menurutnya, lantaran tahun ini tidak ada lagi tax amnesty, dari sisi perpajakan pemerintah bisa memulai optimalisasi data hasil tax amnesty tahun lalu untuk kejar penerimaan pajak.
Bhima memprediksi, setidaknya peningkatan kepatuhan pajak pasca tax amnesty yang mencapai 73% akan dorong penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi. “Pemerintah juga bisa dorong penggunaan e-faktur agar potensi penerimaan PPN bisa maksimal,” jelasnya.
Sementara itu, dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ada dorongan kenaikan harga komoditas khususnya perkebunan dan pertambangan. Pemerintah tinggal tingkatkan kepatuhan pelaporan pajak bagi perusahaan di sektor komoditas khususnya perusahaan PMA.
Di sisi lain, dengan penambahan subsidi energi dengan mengandalkan APBN saja menurutnya tidak cukup. Kemungkinan, dalam APBN perubahan akan ditambah lagi alokasi untuk subsidi energi khususnya premium, termasuk solar Rp 1000 rupiah rentan melebar.
“Karena dari sisi belanja kelihatannya memang subsidi BBM meskipun ditambah tapi belum mencukupi khususnya jenis Premium karena konsumsinya lebih besar dibanding solar. Jadi kemungkinan besar di dalam draft APBN Perubahan akan ada penambahan dana subsidi BBM lagi,” imbuh Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News