kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat : Cara lain hitung peredaran bruto perlu dikawal


Minggu, 04 Maret 2018 / 14:10 WIB
Pengamat : Cara lain hitung peredaran bruto perlu dikawal
ILUSTRASI. Peserta Wajib Pajak Bayar Pajak


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengeluarkan aturan baru tentang cara lain menghitung omzet lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain Menghitung Peredaran Bruto. PMK ini hanya diperuntukkan bagi wajib pajak (WP) orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan WP Badan.

Selang beberapa waktu terbit, aturan ini mendapat catatan dari berbagai pihak. Sebab, aturan ini memberikan kewenangan aparat pajak untuk menentukan penghasilan atau omzet peredaran bruto bagi WP yang tak melakukan kewajiban pencatatan atau pembukuan sehingga sulit ditentukan omzetnya.

Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan mengatakan, apabila sudah ada pembukuan, metode-metode yang ada di PMK ini juga masih tetap bisa dipakai. Sebab, PMK ini sebenarnya tidak memuat hal tersebut.

“Untuk pemeriksaan terhadap WP yang sudah menyelenggarakan pembukuan dengan baik, tetap dimungkinkan untuk melakukan pengujian terhadap pelaporannya, termasuk menggunakan metode tidak langsung tadi,” kata Hestu kepada KONTAN beberapa waktu lalu.

Ada delapan metode penghitungan yang dikenal sebagai metode tidak langsung oleh fiskus di dalam aturan ini. Dalam praktiknya, metode-metode yang ada dalam beleid itu sudah sejak dahulu dilakukan oleh petugas pajak.

Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) bidang Tax Center Ajib Hamdani mengatakan, metode-metode itu dilakukan utamanya dalam penggalian potensi dan proses pemeriksaan pajak. Hanya saja, belum dibakukan dalam bentuk aturan.

Dengan diterbitkannya aturan tersebut, menurt Ajib, delapan metode itu sepatutnya hanya bersifat alternatif atau data sekunder. Sebab, dalam penetapan berapa besaran peredaran bruto, data primer-lah yang jadi rujukan, yakni laporan keuangan.

“Bicara soal penetapan peredaran bruto, agak kurang fair bila hanya mengandalkan analisis hitungan secara matematika, karena jika metode yang digunakan kurang pas, maka malah berpotensi menghasilkan output yang tidak pas pula, atau malah tidak mencerminkan keadaan sebenarnya,” kata Ajib kepada KONTAN, Jumat (2/3).

Ajib mencontohkan, perihal benchmarking, data pembanding yang dijadikan rujukan belum tentu apple to apple dengan kondisi WP yang ada. “Banyak faktor bisa menjadi pembeda, seperti skala bisnis, jumlah produksi, harga jual, harga beli, dan lain-lain,” katanya.

Pada intinya, menurut Ajib, metode tersebut jangan sampai dijadikan sumber utama. “Jangan karena mengejar penerimaan, ibarat katanya digunakan segala cara tanpa mempertimbangkan aspek keadilan dan kepastian hukumnya,” ucapnya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menilai, meski delapan metode yang diatur cukup memadai sebagai instrumen menghitung peredaran bruto, praktiknya tetap perlu diawasi dan jangan sampai disalahgunakan.

Yustinus memiliki catatan terhadap PMK ini. Pertama, perlu diperjelas pengertian "tidak sepenuhnya" di Pasal 1 dalam beleid ini supaya tidak ditafsirkan berbeda dan menjadi celah bagi pemeriksa memaksakan penggunaan cara lain tersebut, padahal pembukuan atau pencatatan sebenarnya tersedia.

Kedua, penggunaan cara lain ini sebaiknya tidak menutup hak WP untuk menyanggah saat pemeriksaan. “Untuk memitigasi risiko, sebaiknya tetap diberi kesempatan bagi WP untuk memberikan penjelasan atau tidak setuju dengan metode yang digunakan,” ujar Yustinus.

Menurut Yustinus, sejauh WP menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan yang baik, maka tak perlu khawatir karena tidak menjadi sasaran aturan ini. Selain itu, aturan ini juga tidak ada kaitannya dengan self-assessment yang diciderai. “Ini murni pengaturan sangat terbatas dan justru diperlukan demi fairness dan kepastian hukum,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×