Reporter: Agus Triyono | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Proses pengadaan barang dan jasa pemerintah akan memberikan prioritas kepada penyedia barang dan jasa dari domestik. Pemerintah juga memprioritaskan dari sektor usaha kecil dan menengah . Prioritas tersebut dilakukan dengan merombak Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Dalam draft revisi perpres yang telah disetujui dalam Rapat Terbatas tentang Revisi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Kantor Presiden Kamis (29/12) pekan lalu, prioritas tersebut diberikan dengan beberapa cara. Pertama, dalam Pasal 69 draf revisi perpres tersebut dilakukan dengan menaikkan batas tender atau seleksi internasional.
Dalam Pasal 69 ayat 1, untuk tender pekerjaan konstruksi internasional batasnya dinaikkan dari Rp 100 miliar menjdi di atas Rp 1 triliun. Untuk tender barang, nilainya naik dari Rp 20 miliar menjadi lebih dari Rp 50 miliar.
Untuk tender jasa konsultasi, nilainya dinaikkan dari Rp 10 miliar menjadi di atas Rp 25 miliar dan jasa lainnya dari Rp 20 miliar menjadi Rp 50 miliar. Kedua, dalam Pasal 72 prioritas diberikan dengan mewajibkan para pengguna atau kuasa pengguna anggaran untuk memprioritaskan sektor usaha kecil.
Dengan kewajiban ini, pengadaan barang, pekerjaan konstruksi atau jasa lainnya yang nilainya sampai Rp 2,5 miliar wajib diberikan untuk sektor usaha kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang kompetensi teknisnya tidak bisa disediakan oleh pelaku usaha kecil.
Selain prioritas- prioritas tersebut, dalam revisi tersebut pemerintah juga mencoba mengambil beberapa terobosan agar pengadaan barang dan jasa bisa lebih cepat. Untuk mengurangi ketakutan dari para pejabat pembuat komitmen pengadaan barang dan jasa dikriminalisasi, dalam Pasal 87, pemerintah mengatur bahwa laporan pengaduan masyarakat terhadap permasalahan pengadaan barang dan jasa pemerintah harus disertai bukti asli dan kredibel. Laporan tersebut harus disampaikan ke aparat pemeriksa internal pemerintah.
Bila ada laporan pengaduan masuk ke aparat penegak hukum, laporan tersebut tidak boleh ditindaklanjuti terlebih dahulu, tapi harus diteruskan ke aparat pemeriksa internal pemerintah. Setelah diyakini pengaduan tersebut benar dan berindikasi korupsi, kolusi atau nepotisme, baru laporan tersebut diteruskan ke penegak hukum.
Untuk pengadaan barang dan jasa dalam rangka penanganan kondisi darurat, pemerintah melalui Pasal 64 juga memperjelas pengaturan pengadaan yang bisa ditunjuk secara langsung yang selama ini belum diatur. Selain percepatan- percepatan tersebut, dalam Pasal 14 draft revisi peraturan presiden tersebut, pemerintah juga memberi ruang bagi kementerian, lembaga yang belum atau tidak memiliki kapasitas untuk menyelenggarakan proses pengadaan untuk menggunakan agen pengadaan.
Agus Prabowo, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) mengatakan, revisi tersebut dilakukan tidak hanya untuk memperbaiki proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang sampai saat ini masih belum sesuai harapan.
"Dan ini secara gelondongan sudah disetujui, karena presiden dan wapres memang ingin aturan pengadaan bermuara di dua urusan, efesiensi proses dan pemerataan ke UMKM, serta industri dalam negeri," katanya di Komplek Istana Negara akhir pekan kemarin.
Bambang S Brodjonegoro, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas mengatakan, walau disetujui sekarang, pelaksanaan semua isi revisi Perpres Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah baru bisa diefektifkan total pada 2018. Hal itu dilakukan untuk memberikan waktu cukup bagi pelaksanaan sosialisasi, penyiapan peraturan teknispelksanaan, maupun dukungan teknis aplikasi sistem pengadaan elektronik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News