Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Akhirnya, pemerintah menyerah pada keinginan buruh dalam penetapan upah minimum provinsi (UMP). Pemerintah memutuskan penentuan UMP berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan daerah dengan memperhatikan kebutuhan hidup layak pekerja, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Keputusan mengejutkan ini merupakan revisi terakhir dari pasal 3 surat keputusan bersama (SKB) empat menteri yang terus menerus menuai penolakan dari buruh. Awalnya, pasal itu menyatakan penetapan upah berdasarkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Soal ketetapan mengupah buruh berdasarkan pertumbuhan ekonomi ini sontak menuai protes besar-besaran dari buruh. Karena itulah, pada 27 November 2008 lalu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Soeparno merevisi SKB itu. Ketika itu, seusai rapat kabinet, Erman mengatakan penetapan UMP berdasarkan tingkat inflasi di daerah.
Tetapi keputusan ini kemudian berubah lagi. Kali ini, rumusan pasal 3 ini berbunyi persis dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam undang-undang itu, kenaikan upah buruh berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan daerah dengan memperhatikan kebutuhan hidup layak pekerja, produktivitas pekerja dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Erman beralasan, perubahan ini untuk mengakomodasi masukan dan keberatan dari sejumlah pihak dalam mengatasi krisis ekonomi global. "Jadi kami berharap ada pengertian bersama," tandasnya, Senin (1/12) malam lalu.
Buruh pun senang dengan revisi SKB ini. Cuma, mereka tak terlalu antusias dengan perubahan keputusan ini. Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sjukur Sarto tak yakin keputusan ini bakal berlaku efektif. Pasalnya, rumusan ini sudah sejak lama menempel di undang-undang ketenagakerjaan. Namun, nyatanya, upah buruh tetap saja berdasarkan laju inflasi.
Sjukur lebih sepakat kalau upah itu mampu memenuhi kebutuhan standar seorang pekerja. "Jadi UMP harus sanggup membiayai kebutuhan sandang, pangan dan papan serta jaminan sosial," katanya.
Karena itu, buruh tetap menuntut pemerintah tak lepas tangan kendati sudah memenuhi keinginan mereka. Mereka meminta pemerintah tetap mengawasi penerapan SKB ini.
Pengusaha juga menganggap revisi SKB empat menteri ini sudah tak efektif lagi. Ini karena sebagian provinsi sudah menetapkan UMP 2009 sebelum adanya revisi tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi menilai seharusnya penetapan upah itu berdasarkan komunikasi antara pengusaha dan buruh. Menurut Sofyan, pengusaha akan mempertimbangkan upah sesuai kebutuhan hidup layak namun berdasarkan produktivitas buruh dan pertumbuhan ekonomi daerah. "Yang penting jangan sampai terjadi PHK. Harus ada saling pengertian antara buruh dengan pengusaha," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News