Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan dari Kementerian/Lembaga (K/L) akan menjadi motor penggerak realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada akhir tahun 2019. Ini disebabkan setoran sektor minyak dan gas (Migas) sulit naik lantaran tekanan global.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan PNBP sepanjang Januari-November 2019 sebesar Rp 362,76 triliun atau 95,89% terhadap target akhir 2019 yakni Rp 378,29 triliun. Artinya untuk PNBP pemerintah perlu mencari pendaptan senilai Rp 15,53 triliun pada Desember ini.
Direktur PNBP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wawan Sunaryo mengatakan pihaknya optimistis bisa mencapai target penerimaan tahun ini. Sebab kinerja dari K/L secara tren bakal tumbuh di akhir tahun terutama penerimaan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Baca Juga: Penerimaan Pajak Terseret Penurunan Impor
Penerimaan yang bersumber dari K/L ini akan tercantum dalam pos penerimaan PNBP Lainnya. Di mana pada Januari-November 2019 mencatat realisasi sebesar Rp 104,96 triliun atau setara dengan 111,58% dari target dalam pagu akhir tahun senilai Rp 94,06 triliun. Pada November, PNBP Lainnya menyumbang Rp 12,83 triliun.
Dari sisi sektor migas dan non-migas tren pelemahan harga komoditas menjadi batu sandungan penerimaan. Apalagi, untuk bagi hasil kontrak kerjasama dengan kontraktor tidak seluruhnya masuk ke PNBP.
“Kalau ada bagian pemerintah yg disetor oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)ke negara, tidak semua menjadi PNBP. Tapi ada kewajiban penggantian biaya , yaitu cost recovery,” kata Wawan kepada Kontan.co.id, Jumat (20/12).
Direktur PNBP Sumber Daya Alam (SDA) dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) Kemenkeu Kurnia Chairi menambahkan pendapatan dari KND dalam sebelas bulan ke belakang sudah cukup baik dengan penerimaan sebesar Rp 76,65 triliun. Artinya pada Desember setoran dari Bank Indonesia (BI) tersebut diprediksi tidak setinggi bulan lalu, begitu pula dengan hasil dari dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) biarpun ada sedikit BUMN lagi yang akan bagi-bagi dividen.
Sementara itu, dengan melihat realisasi sektor migas sekarang ini, Kurnia memprediksi kemungkinan besar tidak akan mencapai target, antara lain karena lemahnya Indonesia Crude Price (ICP), lifting migas, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).