kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Pendapatan Per Kapita Indonesia Berpeluang Tembus US$ 5.000 di 2023


Minggu, 15 Januari 2023 / 23:10 WIB
Pendapatan Per Kapita Indonesia Berpeluang Tembus US$ 5.000 di 2023
ILUSTRASI. Pekerja menyeberang Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat


Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mandiri Sekuritas meyakini, pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2023 akan meningkat, bahkan tembus level US$ 5.000.

Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Putera Rinaldy menghitung, pendapatan per kapita Indonesia pada tahun ini berpotensi berada di level US$ 5.083.

Tentu ini capaian yang baik, mengingat pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2021 masih berada di level US$ 4.349,5, setelah pada pandemi Covid-19 jatuh ke level US$ 3.911,7.

Tak hanya pendapatan per kapita yang meningkat, Leo menyebut kenaikan pendapatan per kapita pada tahun ini akan didorong dengan penurunan kesenjangan pendapatan.

"PDB per kapita yang melampaui US$ 5.000 akan diikuti kondisi koefisien gini yang menurun. Dengan kata lain, PDB per kapita yang naik, diikuti dengan kualitas pendapatan yang naik," terang Leo saat pertemuan media, belum lama ini.

Asal tahu, koefisien gini adalah ukuran statistik yang menunjukkan distribusi pengeluaran per kapita penduduk suatu daerah. Koefisien Gini digunakan sebagai tolok ukur ketimpangan.

Baca Juga: Faisal Basri: Indonesia Bisa Terjerat Jebakan Negara Kelas Menengah

Leo tak menyebut perhitungan koefisien gini darinya. Namun, data terakhir yang dihimpun Bank Dunia menunjukkan koefisien gini Indonesia pada tahun 2021 sebesar 37,9. Ada peluang, koefisien gini lebih rendah dari itu.

Optimisme ini juga seiring dengan data ketenagakerjaan Indonesia yang mulai membaik, setelah sempat mengalami kendala saat pandemi Covid-19 menyerang.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah pengangguran berada dalam tren yang menurun selama tiga tahun terakhir.

Pada tahun 2020, tingkat pengangguran mencapai 7,1%. Kemudian menurun pada tahun 2021 menjadi 6,5%, dan pada tahun 2022 tingkat pengangguran menurun menjadi 5,9%.

Jumlah tenaga kerja juga berada dalam tren peningkatan dalam periode tersebut.

Pada tahun 2020, jumlah tenaga kerja menyusut menjadi 51 juta, kemudian pada tahun 2021 meningkat menjadi 53 juta orang, dan pada tahun 2022 jumlah pekerja menjadi 55 juta.

Ini merupakan jumlah pekerja di sektor formal, belum menghitung mereka yang bekerja di sektor informal.

Baca Juga: Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menurun, Kesejahteraan Masyarakat Tergerus

Leo melanjutkan, dengan potensi kenaikan pendapatan per kapita, akan ada perubahan pola konsumsi. Atau lebih tepatnya, akan ada peningkatan konsumsi.

Ini berkaca dari pengalaman negara-negara yang berhasil mencatat pendapatan per kapita di atas US$ 5.000. Namun, peningkatannya akan secara gradual.

"Ini sifatnya jangka menengah. Bila sebuah negara sukses pendapatan per kapita di atas US$ 5.000, berdasarkan data, ada inflection point untuk konsumsi," jelas Leo.

Tentu, Leo berharap pemerintah bisa memanfaatkan momentum yang ada. Reformasi struktural perlu terus dilakukan untuk mendukung pendapatan per kapita yang naik dan menjadikan perekonomian Indonesia lebih unggul.

Selain reformasi struktural, pemeirntah juga perlu memberikan stimulus maupun kebijakan yang berkaitan dengan pasca pandemi Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×