Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Situasi pelemahan ekonomi global dan Indonesia berpengaruh terhadap kinerja pendapatan negara. Sampai dengan akhir bulan Mei 2020, realisasi pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp 664,32 triliun, tumbuh negatif atau turun 9,02% year on year (yoy).
Catatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hampir seluruh jenis pajak utama terkontraksi di Januari hingga Mei 2020 karena kontraksi penerimaan di Mei yang cukup dalam akibat perlambatan kegiatan ekonomi sebagai dampak Covid-19 dan pemanfaatan insentif fiskal dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
Dari sisi jenis pajak, pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh final, dan pajak pertambahan nilai dalam negeri (PPN DN) yang masih tumbuh positif pada bulan Januari hingga April 2020, terkontraksi di Januari hingga Mei 2020.
Baca Juga: Harga minyak rendah, penerimaan PPh migas ambles 35,6%
PPh orang pribadi hanya mampu tumbuh 0,55% yoy, namun membaik dibandingkan Januari-April yang terkontraksi 0,13% yoy. PPh 21 turun 28,40% karena insentif PPh 21 ditanggung pemerintah (DTP).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, untuk PPh 26 masih tumbuh positif karena restitusi besar di Februari 2019 tidak terulang di 2020. “Namun, pertumbuhannya jauh melambat dibandingkan Januari sampai April yang tumbuh 28,14%,” ujar Menkeu dalam konferensi pers APBN, Selasa (16/6).
Sementara itu, penerimaan seluruh sektor usaha di Januari hingga Mei 2020 tumbuh negatif. Ini berkebalikan dengan Januari-April 2020 di mana industri pengolahan dan jasa keuangan serta asuransi masih tumbuh positif. Kegiatan produksi melambat akibat terbatasnya suplai bahan baku impor dan pembatasan kegiatan produksi akibat Covid-19.
Di sisi lain, volume penjualan barang dan jasa pada berbagai sektor juga sangat tertekan akibat PSBB, menurunnya daya beli, serta perubahan pola spending-saving masyarakat dalam menghadapi pandemi.
Dari sisi realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga 31 Mei 2020 telah mencapai Rp 81,51 triliun, tumbuh 12,15% yoy, terutama berasal dari penerimaan cukai yang tercatat tumbuh 18,54% yoy.
Secara lebih rinci, penerimaan cukai sebesar Rp 66,63 triliun hingga Mei 2020, yang didukung Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Cukai Etil Alkohol (EA) yang masing-masing tumbuh 20,46% yoy dan 227,28% yoy.
Pertumbuhan CHT didorong oleh dampak kebijakan dari kenaikan tarif cukai. Cukai etil alkohol masih mengalami peningkatan yang signifikan karena naiknya permintaan untuk bahan baku keperluan medis.
Baca Juga: Sampai Mei 2020, pembiayaan anggaran sudah mencapai Rp 356,1 triliun
Sementara itu, meskipun neraca perdagangan surplus, terlihat penurunan ekspor impor yang sangat dalam di bulan Mei 2020, berdampak signifikan kepada realisasi bea masuk dan bea keluar.
Bea masuk tumbuh negatif 7,86% yoy, yang disebabkan penurunan devisa bayar 17,47% yoy. Sedangkan bea keluar tumbuh negatif 27,45% yoy, dampak turunnya aktivitas ekspor tembaga dan kebijakan pelarangan ekspor nikel.
Selanjutnya, realisasi penrimaan negara bukan pajak (PNBP) sampai dengan 31 Mei 2020 mencapai Rp 136,9 triliun, tumbuh negatif 13,61% yoy. Lebih rendahnya realisasi PNBP disebabkan penerimaan SDA migas yang tumbuh negatif 24,38% akibat turunnya rata-rata harga minyak Indonesia (ICP), penurunan lifting minyak bumi dan gas bumi, serta depresiasi nilai tukar rupiah.
Kemudian, SDA Nonmigas tumbuh sebesar negatif 23,69% yang disebabkan penurunan rata-rata Harga Batubara Acuan (HBA), turunnya volume produksi batubara, dan penurunan volume produksi kayu. Sementara itu, pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan (KND) tumbuh negatif 26,79% karena adanya pergeseran setoran sisa surplus BI ke pertengahan Juni 2020.
Rendahnya realisasi PNBP KND disebabkan karena belum selesainya RUPS pada sebagian besar BUMN kotributor PNBP dari setoran dividen. Sebaliknya, capaian PNBP lainnya dan pendapatan BLU mengalami pertumbuhan positif. Peningkatan PNBP lainnya ditopang oleh adanya penerimaan akumulasi iuran pensiun.
Sementara, peningkatan pendapatan BLU berasal dari penerimaan dari pungutan ekspor kelapa sawit yang tahun sebelumnya tidak ada pungutan dan adanya jasa pelayanan rumah sakit yang meningkat.
Baca Juga: Tertekan dalam, penerimaan pajak Januari-Mei 2020 turun 10,8%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News