Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Badai pemutusan hubungan pekerjaan (PHK) yang masih berlanjut di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menuntut pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto untuk cepat mengambil kebijakan agar tidak semakin banyak perusahaan atau pabrik yang tumbang.
Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono, mengatakan, pemerintahan Prabowo harus bekerja serius dalam menangani masalah PHK khususnya di sektor padat karya seperti TPT.
"Pemerintahan baru harus segera mencari solusi untuk mengatasi PHK terutama di industri tekstil," katanya kepada KONTAN, Kamis (24/10/2024).
Baca Juga: PHK Massal Jadi Tantangan Berat Pemerintahan Prabowo-Gibran
Menurut Sutrisno, penurunan permintaan dari pasar global sangat berpengaruh terhadap kinerja industri tekstil di dalam negeri yang berorientasi ekspor.
Di sisi lain, pasar dalam negeri juga melemah akibat penurunan daya beli. Celakanya, pasar dalam negeri juga tak mampu menyerap produksi akibat luber produk impor yang harganya sangat murah.
"Banjir produk impor yang hingga saat ini belum bisa diatasi," terang Sutrisno.
Atas dasar itu, Apindo mendesak pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap masuknya barang impor ilegal karena sangat merugikan pelaku usaha di dalam negeri.
Baca Juga: Pernah Jadi Raja Tekstil, Kini Sritex Dinyatakan Pailit
Penegakan hukum dan sanksi berat harus harus diberlakukan secara tegas dan adil.
"Pemerintah juga harus mencari cara untuk mengatasi masalah disparistas harga yang menyebabkan banjir produk impor," tandas Sutrisno.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan industri TPT dalam negeri masih kebanjiran produk impor, yang berdampak pada penurunan permintaan.
Data Kemenperin mencatat sejak Mei 2024, industri pakaian mengalami tren penurunan hingga September 2024.
Meskipun Indeks Kepercayaan Industri (IKI) menunjukkan tren ekspansif pada bulan September 2024, dengan angka di atas level 50, kenyataannya sektor TPT masih menghadapi banyak tantangan.
Baca Juga: Sritex Pailit, Berpotensi Memicu PHK Massal di Indonesia
Salah satu penyebab utama lambatnya pemulihan industri tekstil dalam negeri adalah peningkatan impor.
Penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8/2024, yang memungkinkan masuknya barang-barang impor tanpa persetujuan teknis (pertek), menjadi pemicu banjirnya produk impor, baik legal maupun ilegal.
Selanjutnya: Langkah Kementerian ATR/BPN untuk Capai Target Pembangunan 3 Juta Rumah
Menarik Dibaca: Peluncuran Studio Mandarin Jadi Kesempatan Belajar dan Investasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News