Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dalam waktu dekat berencana menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, penurunan harga BBM tersebut dikhususkan bagi kalangan dunia usaha terlebih dahulu.
Rencana kebijakan ini, dilakukan untuk membantu dunia usaha yang masih terpapar efek virus Corona (Covid-19). Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan agar dunia usaha memiliki arus kas yang cukup agar dapat bertahan dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.
Namun, kebijakan ini masih dalam proses finalisasi internal pemerintah. Besaran nominal yang akan diberikan pun masih perlu menunggu audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan sidang kabinet, setelah mendapatkan penetapan Presiden RI Joko Widodo barulah kebijakan bisa segera diterapkan.
Baca Juga: Apindo: Jika tarif BBM masih mahal ini akan memperburuk kondisi ekonomi di Indonesia
Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam menilai, sejalan dengan harga minyak dunia yang turun begitu signifikan, maka PT Pertamina (Persero) seharusnya bisa juga menurunkan harga BBM dan gas.
Mengutip Bloomberg, Rabu (27/5) pukul 13.15 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak pengiriman Juli 2020 di ICE Futures turun 26 sen, atau 0,7% menjadi US$ 35,91 per barel.
Setali tiga uang, harga minyak berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli 2020 turun 52 sen atau 1,5% ke level US$ 33,83 per barel.
Merosotnya harga minyak, disinyalir karena kekhawatiran tentang seberapa cepat permintaan bahan bakar akan pulih setelah sejumlah negara melakukan pelonggaran lockdown.
Tekanan bagi emas hitam semakin bertambah, karena ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China terkait Hong Kong kian panas.
Piter melanjutkan, penurunan harga BBM tentunya tidak hanya dilakukan untuk dunia usaha saja, tetapi juga kepada masyarakat banyak. Pasalnya, penurunan harga BBM ini dinilai akan sangat membantu meringankan beban mereka di tengah wabah.
Baca Juga: Harga BBM belum juga turun, begini tanggapan Ombudsman
Selain itu, pemberian subsidi ini dirasa tidak akan membebani anggaran pemerintah. Ini dikarenakan, harga minyak tidak akan dengan cepat kembali naik.
Adapun hal yang saat ini perlu lebih diperhatikan adalah konsumsi masyarakat yang sangat rendah akibat adanya wabah. Jadi, tidak ada alasan untuk khawatir mengenai dampak penurunan BBM terhadap beban subsidi.
Piter sendiri, berharap agar harga BBM ini bisa secepatnya turun dan tidak naik kembali. Semakin lama penurunan ini berlangsung, maka akan semakin baik dampaknya dalam mengurangi beban masyarakat.
Meskipun penurunan BBM dilakukan dalam waktu dekat, tetapi memang hal ini belum bisa mendorong konsumsi masyarakat secara signifikan. Apalagi di tengah wabah seperti ini, rasanya akan sangat sulit untuk menaikkan tingkat konsumsi.
Untuk itulah, hal yang dilakukan pemerintah dalam memberikan stimulus hanya dapat berfungsi untuk mengurangi beban masyarakat saja, bukan untuk mendorong konsumsi.
Baca Juga: Harga energi murah, Komisi VII DPR: PLN dan Pertamina harus diberi konpensasi
Apabila setelah harga BBM diturunkan kemudian harga minyak berangsur-angsur meningkat, pemerintah tidak perlu risau mengikuti mekanisme pasar yang berujung pada penyesuaian kembali tarif BBM.
Menurut Piter, hal tersebut masih bisa dipikirkan belakangan dan tidak perlu dibahas sebelum benar-benar terjadi. Jangan sampai, pola pikir yang terbentuk saat ini dipenuhi kekhawatiran atas sesuatu yang pasti akan terjadi di masa yang akan datang.
Piter menjelaskan, dalam kondisi normal penurunan harga BBM untuk masyarakat memang bisa mendorong lonjakan konsumsi BBM. Namun, pada kondisi sekarang ini di mana masyarakat tidak banyak bepergian dan menggunakan kendaraan, maka konsumsi BBM tidak akan naik meskipun harganya turun.
Jadi, jika konsumsi tidak naik dan subsidi tidak meningkat, maka beban terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dari BBM juga tidak akan bertambah.
Baca Juga: Sudah temui Kemenperin, Apindo nantikan penurunan harga energi sektor industri
Meskipun sebentar lagi pemerintah menerapkan keadaan normal baru (new normal), ini juga tidak serta-merta membuat masyarakat beraktivitas normal seperti sebelum wabah melanda.
Piter menilai, masih akan banyak masyarakat yang akan tinggal di rumah dan meminimalkan penggunaan kendaraan pribadi untuk mobilitas di luar rumah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News