Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus mendorong pertumbuhan industri emas melalui kebijakan perpajakan yang lebih sinkron guna mendukung ekosistem usaha bulion.
Salah satu langkah strategis yang tengah diterapkan adalah sinkronisasi aturan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan antara produsen emas dan bullion bank.
"Sinkronisasi aturan perpajakan, khususnya pungutan PPh 22 atas transaksi penjualan antara produsen emas dan bullion bank," tulis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam keterangannya, Minggu (2/3).
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik investasi di sektor bulion serta menciptakan lingkungan usaha yang lebih kondusif bagi para pelaku industri.
Baca Juga: Target Rasio Perpajakan Juga Tak Signifikan
Namun, pemerintah belum memberikan rincian lebih lanjut terkait stimulus yang akan diberikan untuk mendukung ekosistem usaha bulion.
KONTAN telah mencoba menghubungi Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut. Namun, hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan.
Regulasi Pajak atas Transaksi Emas
Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menjelaskan bahwa pemerintah telah mengatur mekanisme perpajakan terhadap penjualan emas melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023.
Dalam regulasi tersebut, emas batangan yang dibeli untuk cadangan devisa negara tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Namun, jika pembelian tidak terkait dengan kepentingan devisa negara, emas batangan tetap menjadi objek pajak meskipun mendapatkan insentif berupa tidak dipungutnya PPN.
Dalam transaksi emas batangan, penjual tetap diwajibkan membuat faktur pajak yang mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sayangnya, pencantuman identitas ini kerap dihindari oleh sebagian wajib pajak.
Baca Juga: RPJMN: Rasio Perpajakan Ditargetkan Hingga 15% terhadap PDB pada 2029
Salah satu entitas yang berperan dalam transaksi emas batangan adalah bank bulion, yang berfungsi sebagai penyimpanan emas batangan dan dapat digunakan sebagai cadangan devisa negara.
Raden menilai bahwa pembelian emas batangan oleh bank bulion seharusnya tidak menjadi objek PPN, sebagaimana yang diberlakukan untuk Bank Indonesia (BI) dalam PMK 48/2023.
Saat ini, regulasi hanya mengakui BI sebagai satu-satunya pihak yang dapat membeli emas batangan tanpa dikenakan PPN.
"Oleh karena itu, perubahan dalam PMK 48/2023 bisa dilakukan untuk memasukkan bank bulion sebagai entitas yang juga dikecualikan dari objek PPN dan tidak dipungut PPh Pasal 22," ujarnya kepada KONTAN.co.id, Rabu (5/3).
Dampak terhadap Penerimaan Pajak
Terkait dampak pendirian bank bulion terhadap penerimaan pajak, Raden menilai efeknya tidak akan langsung terasa.
Namun, ada potensi peningkatan penerimaan pajak jika bank bulion berbagi data dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Pemerintah Bidik Rasio Perpajakan 12,5% - 15%, Berikut Tantangan yang Dihadapi
Menurutnya, data mengenai nasabah yang menyimpan dan menjual emas, baik dalam bentuk batangan maupun perhiasan, dapat menjadi referensi bagi DJP untuk mengklarifikasi laporan harta dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak.
"Siapa saja yang menyimpan dan menjual emas ke bank bulion bisa lebih mudah terpantau," katanya.
Dengan transparansi data ini, diharapkan kepatuhan wajib pajak dalam pelaporan pajak tahunan semakin meningkat.
Sementara itu, Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai bahwa dampaknya terhadap penerimaan pajak tidak signifikan, mengingat PPh 22 atas emas dapat dikreditkan.
"Secara menyeluruh, seharusnya tidak berdampak pada penerimaan negara dan hanya berpengaruh pada cash flow keuangan negara," ujarnya.
Perlunya Revisi Regulasi Pajak
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, menilai bahwa pemerintah perlu meninjau kembali regulasi perpajakan terkait transaksi emas, terutama setelah hadirnya bank bulion sebagai implementasi Pasal 130 Undang-Undang No. 4 Tahun 2023.
Baca Juga: Falcon Konsultasi Perpajakan Siap Dampingi Wajib Pajak dalam Menghadapi CoreTax
Menurutnya, regulasi perpajakan atas transaksi emas saat ini masih belum mengakomodasi keberadaan bank bulion sebagai bagian dari ekosistem bisnis emas nasional.
Saat ini, ketentuan pajak transaksi emas masih mengacu pada PMK 48/2023 yang hanya mencakup tiga pelaku bisnis, yakni pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan pengusaha emas batangan.
Prianto mengusulkan dua opsi untuk menyesuaikan PPh Pasal 22 atas penjualan emas dari produsen kepada bank bulion:
- Pengenaan PPh Pasal 22 atas transaksi emas dengan bank bulion guna menciptakan level playing field yang setara.
- Pengecualian bank bulion dari objek PPh Pasal 22, sesuai dengan diskresi yang diberikan Pasal 22 UU PPh kepada Menteri Keuangan, guna mendukung pengembangan bank bulion.
"Masing-masing opsi bergantung pada kompromi para pembuat kebijakan di pemerintah. Keduanya memiliki landasan yang rasional," pungkas Prianto.
Selanjutnya: Menakar Risiko Proyek DME Batubara Dibiayai dari Danantara
Menarik Dibaca: Cara Mudah Transfer Uang di Indomaret dan Syarat yang Harus Dilakukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News