Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mencari upaya untuk mengatasi melonjaknya limbah medis akibat pandemi virus corona (Covid-19). Limbah medis tersebut dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Oleh karena itu pengolahannya perlu dilakukan secara khusus.
Pada masa pandemi dicatat produksi limbah medis sebanyak 383 ton per hari. Angka tersebut masih di bawah kapasitas maksimal dari pengolahan limbah B3 sebesar 493 ton per hari.
"Tetapi persoalannya bawa ini terkonsentrasi di Pulau Jawa. Jadi arahan bapak presiden tadi supaya semua instrumen untuk pengelolaan limbah medis untuk menghancurkan limbah medis yang infeksius harus kita selesaikan," ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat konferensi pers usai rapat terbatas, Rabu (28/7).
Siti menyebut saat ini terdapat insinerator yang belum mendapat izin yang dapat digunakan untuk mengolah limbah B3 medis. Oleh karena itu KLHK telah melakukan sejumlah relaksasi izin untuk operasional insinerator tersebut.
Baca Juga: Jangan sampai salah! Begini tata cara membuang sampah pasien Covid-19 saat isoman
Insinerator yang dapat beroperasi merupakan insinerator yang memiliki suhu 800 derajat celcius. Selain itu operasionalnya akan diawasi oleh KLHK.
Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp 1,3 triliun untuk membantu pengolahan limbah. Pemerintah juga akan membangun fasilitas pengolahan limbah B3 medis tersebut. "Arahan presiden ini akan diintensifkan lagi yaitu kita bangun alat-alat pemusnah apakah insenerator, ataukah strider," terang Siti.
Sejumlah limbah medis yang masuk kategori B3 tersebut antara lain infus bekas, masker, fail vaksin, jarum suntik, faceshield, perban, hazmat, alat pelindung diri, sarung tangan alat PCR antigen, dan alkohol pembersih swab.
Selanjutnya: Begini cara merawat keluarga yang positif Covid-19 di rumah agar tak tertular
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News