Reporter: Dwi Nur Oktaviani | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Kurtubi yang merupakan pengamat energi mempertanyakan mengapa pemerintah pusat ingin ikut bermain dalam sisa saham PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNTT) sebesar 7%. Padahal, menurut Kurtubi seharusnya pemerintah itu hanya memegang pengawasan dan hanya jadi regulator saja.
“Kalau pemerintah membeli saham ini artinya pemerintah pusat ingin bermain. Kalau pemerintah ikut masuk ini kan jadi rancu karena wasit akan merangkap sebagai pemain,” ujar Kurtubi ketika diskusi mengenai PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNTT).
Malahan, bagi Kurtubi tindakan pemerintah pusat yang ingin membeli sisa saham Newmont Nusa Tenggara memberi contoh kerja preseden yang tidak bagus. Bagi Kurtubi jika pemerintah tetap ngotot ingin membeli 7% saham Newmont maka alangkah baiknya saham itu dibeli oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan pihak swasta.
Pasalnya, divestasi saham Newmont Nusa Tenggara pernah ditawarkan kepada BUMN yaitu PT Antam (Persero) Tbk. Namun, Antam menolak lantaran sahamnya terlalu kecil.
Newmont Nusa Tenggara itu menggunakan Kontrak Karya di mana kontrol manajemen tambang ada di dalam perusahaan itu. Kemudian, negara tidak punya kontrol terhadap perusahaan Newmont Nusa Tenggara. Kemudian, dalam Kontrak Karya, Newmont Nusa Tenggara hanya dibebani royalti dan pajak badan yang diberikan kepada pemerintah Indonesia.
Hal serupa pun diungkapkan, Politisi Golkar, Satya W Yudha, yang menilai pemerintah pusat tidak perlu bermain dalam Newmont Nusa Tenggara. “Saya sepakat pemerintah tidak perlu bermain,” tegas Satya.
Seperti diketahui, Pemerintah menunjuk Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebagai sarana membeli saham 7% PTNTT. Namun, kontra terjadi dalam pemerintah daerah NTB yang tetap mendesak untuk mendapatkan sisa saham Newmont sebesar 7% itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News