kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah Merevisi Aturan Pajak Penghasilan Atas Usaha Jasa Konstruksi


Kamis, 29 Januari 2009 / 08:16 WIB
Pemerintah Merevisi Aturan Pajak Penghasilan Atas Usaha Jasa Konstruksi


Reporter: Martina Prianti |

JAKARTA. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Departemen Keuangan rupanya mengabulkan permintaan pelaku usaha
jasa konstruksi.

Permintaan dimaksud tersebut adalah meminta pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan (PPh) Atas Usaha Jasa Konstruksi yang terbit tanggal20 Juli 2008.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Djoko Slamet Surjoputro membenarkan kalau pemerintah merevisi PP 51/2008. "Revisi PP 51 masih dalam proses. Masalah waktu berlakunya saja," ujar Djoko singkat kepada KONTAN, Rabu (28/1).

RPP yang sempat KONTAN baca menyebutkan, pemerintah tidak merubah besaran tarif PPh yang ditujukan bagi pengusaha jasa konstruksi. Melainkan, hanya merevisi pemberlakuannya saja.

Isi pokok revisi PP 51/2008 itu sendiri ada tiga hal. Pertama, terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008
yakni untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sampai dengan 31 Desember 2008.

Kemudian untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak setelah tanggal 31 Desember 2008 diatur menjadi dua bagian. Yakni, dalam berita serah terima pemeriksaan pekerjaan ditandatangani oleh penyedia jasa dan pengguna jasa sampai dengan tanggal 31 Desember 2008.

Dan dalam hal berita serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani oleh penyedia jasa dana pengguna jasa sejak 1 Januari 2009
maka pengenaan PPh berdasarkan PP 51/2008.

Kedua, terhadap kontrak yang ditandatangani sejak 1 Agustus 2008 maka pengenaan PPh berdasarkan PP 51/2008.

Ketiga, kerugian dari usaha jasa konstruksi yang masih tersisa sampai dengan tahun pajak 2008 hanya dapat dikompensasikan sampai
dengan tahun pajak 2008.

Sementara itu PP 51/2008 hanya menyebutkan, untuk kontrak yang ditandatangani sebelum 1 Januari 2008 dan pembayarannya sebelum 31 Desember 2008 maka pengusaha tetap membayar pajak sesuai aturan lama yakni PPh wajib pajak (WP) badan.

Sedangkan untuk proyek dengan pembayaran kontrak setelah 31 Desember 2008, barulah para pengusaha membayar tarif PPh jasa konstruksi yang bersifat final dan progresif.

Tarif PPh final yang berlaku bagi jasa konstruksi yang terdapat dalam PP 51/2008 sendiri mulai 2% hingga 6%. Tarif 2 % berlaku untuk penyedia jasa konstruksi golongan usaha kecil. Sedangkan bagi usaha berskala menengah dan besar, tarif PPh final sebesar 3%. Namun, bagi usaha skala menengah dan besar yang belum mengantongi sertifikasi usaha akan terkena tarif 4%.

Untuk kegiatan jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi, mereka yang bersertifikat usaha terkena tarif PPh 4%. Sedangkan tarif tertinggi sebesar 6%, berlaku bagi penyedia jasa perencanaan dan pengawasan yang tidak bersertifikat.

Sayang, telpon dan pesan singkat yang KONTAN layangkan kepada Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia Agus Kartasasmitaa dan Ketua Umum Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Malkan Amin tidak mendapat respons positif alias tidak di balas.

Tetapi sebelumnya, Direktur Keuangan PT Wijaya Karya Tbk Ganda Kusuma kepada KONTAN mengatakan, pelaku jasa konstruksi akan berterima kasih sekali bila pemerintah merevisi Pp 51/2008.

Perlu diketahui, pemerintah juga akan mengenakan pajak penghasilan (PPh) terhadap sisa laba yang telah dibayarkan PPh finalnya. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 4 PP 51/2008. Isi pasal itu secara rinci berupa, sisa laba dari bentuk usaha tetap setelah PPh yang bersifat final, dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU PPh. Atau, sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×