Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti upaya pemerintah dalam memberantas impor ilegal di Indonesia.
Menurutnya kunci dari pemberantasan impor ilegal adalah pengetatan impor yang masuk melalui pelabuhan dengan mengubah aturan pengawasan barang-barang yang dilarang atau dibatasi (lartas) menjadi border atau diawasi dalam kawasan pabean.
"Pengalihan dari post border ke border untuk pelabuhan memang menjadi kunci, namun implementasinya harus diawasi," jelas Nailul pada Kontan.co.id, Rabu (10/7).
Lebih lanjut, Nailul juga mengapresiasi niat Menteri Perdagagan Zulkfli Hasan (Mendag Zulhas) yang bakal membuat satgas khusus pemberantasan impor ilegal.
Hanya saja, menurutnya pembentukan satgas ini lebih tepat jika melalui Kementerian Koordinator Perekonomian. Dengan demikian, bahkan banyak lagi Kementerian/Lembaga yang bisa dilibatkan untuk memaksimalkan kerja kerja satgas itu.
"Satgas ini perlu koordinator dari Kemenko Perekonomian yang nantinya menjadi orkestrasi dari kebijakan impor di bawahnya," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto masih enggan mengomentari lebih rencana Mendag Zulhas dalam pembuatan satgas pemberantasan impor ilegal ini.
Airlangga menilai pemberantasan impor ilegal sebenarnya cukup ditindak melalui jalur hukum saja sesuai dengan aturan yang ada.
"Ya silahkan dibuat (satgas), tapi kan namanya ilegal tindak saja sesuai dengan aturanya," kata Airlangga pada awak media, Selasa (9/7).
Sementara Zulhas menyebut pembentukan satgas pengendalian impor ilegal ini penting dilakukan.
Pasalnya, ia menemukan adanya perbedaan data impor dalam negeri dengan data ekspor dari negara asal. Artinya, memang ada indikasi terjadinya impor yang tidak tercatat atau tidak resmi.
"Data impor milik kita dengan data milik luar (negara asal) ternyata jomplang. Misalnya di BPS tercatat impor kita US$ 100 juta, tapi bunyi data di luar ekspor mereka (ke Indonesia) tercatat US$ 300 juta dolar," jelas Zulkifli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News