Reporter: Merlinda Riska | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rencana pemerintah untuk memberlakukan pelarangan mobil di atas 1.500 cc menggunakan BBM bersubsidi memicu pro dan kontra di masyarakat. Menurut pengamat energi, Priagung Rahmanto, jika memang pemerintah bersungguh-sungguh untuk menggunakan opsi ini, maka pemerintah harus mematangkan konsep hingga operasional kebijakan ini di lapangan.
Menurut Priagung, pemerintah sudah berkali-kali menawarkan opsi-opsi pembatasan BBM bersubsidi. Bahkan, menurutnya, opsi pelarangan mobil di atas 1.500 cc ini bukanlah hal baru. Namun, selalu saja opsi ini menimbulkan pertanyaan yang belum bisa dijawab oleh pemerintah.
Pertanyaan-pertanyaan itu diantaranya, bagaimana petugas di lapangan bisa membedakan mana mobil yang berkapasitas 1.500 cc mana yang tidak. Sehingga, operasional di lapangan yang belum bisa terbayangkan inilah yang berpotensi akan memicu kericuhan di masyarakat.
"Pemerintah harus kerja, harus mendata, harus memikirkan bagaimana cara bagi petugas SPBU untuk bisa membedakan mana mobil yang boleh pakai premium mana yang tidak. Kalau tidak, konflik dan kericuhan di masyarakat akan terjadi," ujar Priagung.
Dia menilai, opsi tersebut jelas sangat tidak realistis untuk bisa diterapkan pada bulan Mei mendatang. Karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan pemerintah.
Lalu, bagaimana dengan opsi pembatasan BBM dengan kuota? Menurut Priagung, setiap tahun sebenarnya pemerintah telah melakukan pembatasan kuota, namun tetap saja jebol. Walau menggunakan mekanisme pelarangan menggunakan premium bagi mobil berkapasitas 1.500 cc ini untuk sekarang masih sulit tergambarkan, namun menurut Priagung, melalui kebijakan tersebut pemerintah dapat menghemat anggaran sebesar Rp 1,62 triliun atau setara dengan 3,6 juta kilo liter BBM per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News