Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah khawatir, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 melambat lebih dalam. Hal ini akan berimbas pada lesunya realisasi belanja di daerah.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumulo menekankan pentingnya penyerapan anggaran di daerah. Baik itu yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD), ataupun yang berasal dari dana transfer ke daerah.
Bahkan, hingga akhir Juni 2015 saja serapan APBD dari pemerintah provinsi, kabupaten/kota baru mencapai 25,95%. "Salah satu instrumen pertumbuhan ekonomi berasal dari APBD," tegas Tjahjo, Kamis (2/6) di dalam keterangannya.
Pemerintah berharap, hingga akhir semester dua penyerapan anggaran pemerintah daerah bisa diatas 50%. Hal itu sesuai dengan target minimal yang dipatok Kemendagri.
Saat ini, menurutnya juga banyak anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) yang disalurkan ke daerah, dalam transfer ke daerah mandeg. Dana tersebut sejauh ini masih mengendap di sejumlah Bank daerah.
Apalagi pertumbuhan kredit perbankan saat ini masih rendah, sekitar 12%. Tjahjo menduga, ini karena bank bank di daerah yang terlalu hati-hati dalam menyalurkan dananya, karena ancaman kredit macet.
Dalam APBN Perubahan tahun 2015, jumlah anggaran dana trasfer ke daerah termasuk dengan anggaran untuk dana desa mencapai Rp 643,8 triliun. Pemerintah ingin keberadaan anggaran-anggaran tersebut segera diserap dalam berbagai program.
Supaya roda perekonomian bisa berjalan, dan pertumbuhan bisa semakin baik. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menekankan pentingnya realisasi belanja, terutama belanja modal.
Bahkan, pemerintah bakal membuat tim khusus agar debottlenecking anggaran belanja bisa terbuka. Tim itu diantaranya akan terdiri dari berbagai kementerian yang terkait dengan anggaran-anggaran tersebut, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang memiliki anggaran belanja modal terbesar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News