Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah diminta segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti perundang-undangan (Perppu) KPK agar investor tidak kabur dari Indonesia.
Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah mesti segera menerbitkan Perppu KPK. Sebab, besaran angka korupsi merupakan salah satu pertimbangan utama investor dalam menanamkan modalnya.
Baca Juga: Menkumham kaji usulan KPK untuk revisi UU Tipikor
"Apa yang membuat investor mau menanamkan modal di negara berkembang? Mereka melihat dari angka korupsi, pajak, kondisi makroekonomi di negara setempat, transparansi, kepastian, proteksi pada investor, dan kemudahan mendapat perizinan. Itu semua berkorelasi dengan anti korupsi," ujar Yustinus, Selasa (1/10).
Padahal, kata Yustinus, sebelum UU KPK direvisi, penanaman modal di Indonesia terus meningkat.
Berdasarkan data yang dihimpun Cita, penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) sejak 2013 terus meningkat. Pada kuartal I 2013, realisasi PMDN sebanyak 27,5 triliun meningkat hingga menjadi Rp 89,1 triliun pada kuartal III 2018.
Sedangkan, realisasi PMA pada kuartal I 2013 sebanyak Rp 65,5 triliun dan terus meningkat hingga menjadi Rp 84,7 triliun di kuartal III 2018.
Yustinus bilang, hal itu sekaligus menjadi bukti bahwa KPK tidak menghambat investasi. Bukan seperti ucapan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang menyebutkan bahwa KPK dapat menghambat investasi.
Tidak hanya itu, Yustinus bilang revisi UU KPK akan melemahkan visi misi Jokowi dalam periode kedua pemerintahannya untuk membangun SDM Unggul Indonesia Maju.
Baca Juga: BPTJ ungkap dua bukti kemacetan Jabodetabek sudah masuk kategori darurat
Pasalnya, berdasarkan data ICW, korupsi di sektor pendidikan yang berperan menghasilkan SDM unggul menempati urutan ketiga kasus korupsi terbanyak dengan nilai kerugian negara senilai Rp 81,8 miliar.
"Kebanyakan sektor-sektor yang kedapatan korupsi merupakan sektor pembangunan SDM seperti sektor pendidikan. Ini tentu menghambat pembangunan SDM," ujar dia.
Berdasarkan data ICW mencatat, terdapat 98 kasus korupsi sektor anggaran desa dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 39,3 miliar, 55 kasus korupsi sektor pemerintahan dengan nilai kerugian sebesar Rp 255 miliar, 53 kasus korupsi sektor pendidikan dengan nilai kerugian negara Rp 81,8 miliar, 52 kasus korupsi sektor transportasi dengan nilai kerugian sebanyak Rp 985 miliar dan 40 kasus korupsi sektor sosial kemasyarakatan dengan kerugian sebesar Rp 41,1 miliar.
Senada, Wakil Direktur Visi Integritas, Emerson Yuntho mengatakan, keberadaan KPK selama beberapa tahun terakhir ini justru menunjukkan hal yang positif bagi dunia usaha dan investasi. Hal ini sebagaimana disampaikan dari Indeks Kemudahan Berbisnis (IKB) yang dikeluarkan Bank Dunia dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis Transparency International.
"Ada kenaikan Indeks Kemudahan Berbisnis seiring dengan membaiknya Indeks Persepsi Korupsi," ujar Emerson.
Baca Juga: Jokowi dan para ketua umum parpol bertemu Senin (30/9) malam, ini yang dibahas
Sebagai informasi, dalam IPK 2018, Indonesia naik ke posisi 89 dari 180 negara. Terakhir IKB Indonesia juga mengalami kenaikan siginifikan dalam 4 tahun terakhir. Pada tahun 2018, IBK Indonesia adalah 66,54.
"Kedua indeks ini menunjukkan bahwa korupsi dinilai menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi minat investasi, lantaran menyebabkan ekonomi biaya tinggi," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News