Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Trubus meminta pemerintah mempertimbangkan potensi penyimpangan. Sebab pada kasus yang telah terjadi sebelumnya, penyimpangan bansos terjadi karena menggandeng pihak swasta atau pihak terlibat.
"Secara formula kebijakan kelihatannya bagus, tetapi nanti di implementasinya yang sulit karena persoalannya tidak sesederhana membagikan bantuan, tapi ini juga menyangkut data penerima bansos," ujar Trubus.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, wacana menggandeng fintech dalam penyaluran bansos karena tren digitalisasi yang ada saat ini. Hal tersebut dinilai untuk memperkecil risiko penyalahgunaan penyaluran bansos.
Baca Juga: Tidak beli pelatihan, status kepesertaan 44.000 penerima kartu prakerja dicabut
Yusuf menilai, terdapat kemungkinan dampak positif dengan menggandeng fintech dalam penyaluran bansos. Di antaranya, penyaluran bansos dipantau secara real time karena sistem teknologi digital dapat mendeteksi jika terdapat semacam manipulasi dan hal lainnya. Nantinya data yang diberikan melalui fintech bisa digunakan pemerintah untuk dianalisa penerima bansos.
"Terkait nanti misalnya pola transaksinya, konsumsinya. Jadi analisis data ini selanjutnya pemerintah bisa mengevaluasi kira-kira ketika ingin menyalurkan bantuan lainnya, kira-kira bantuan ini sudah cocok atau belum," ucap Yusuf, Minggu (23/5).
Meski begitu, Yusuf meminta pemerintah perlu mempertimbangkan sejumlah hal jika nantinya akan menggandeng fintech dalam penyaluran bansos. Di antaranya terkait perlindungan data pribadi. "Kita harapkan masalah kebocoran data tidak terjadi, perlu penanganan dan tanggung jawab yang besar," ucap dia.
Baca Juga: Alasan pemerintah canangkan program Work From Bali bagi ASN