Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah diminta menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencegah kebocoran penerimaan cukai dari industri hasil tembakau (IHT) yang bernilai triliunan. KPK dinilai dapat memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam mengevaluasi kebijakan tarif cukai rokok.
Pada 2015 pendapatan negara dari cukai tembakau mencapai Rp139,5 triliun. Kemudian pada 2016 meningkat menjadi Rp141,7 riliun. Lalu pada 2017 menjadi Rp149,9 triliun dan pada 2018 menembus Rp153 triliun. Tahun ini ditargetkan sebesar Rp 171,9 triliun.
Baca Juga: Gudang Garam (GGRM) Tertolong Rokok Murah
Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril menyatakan, KPK bisa memberikan rekomendasi jika berdasarkan kajian ditemukan adanya sistem yang berpotensi merugikan negara.
“KPK bisa merekomendasikan agar kebijakannya dicabut atau direvisi atau mungkin merekomendasikan dibuat kebijakan baru. Eksekusinya tetap di pemerintah dengan melibatkan partisipasi semua pihak,” kata Oce dalam keterangan resminya dikutip Rabu (28/8).
Oce menjelaskan, pemerintah harus menerapkan aturan secara konsisten. Pemerintah harus menutup setiap peluang kecurangan, salah satunya dengan menghapus berbagai area abu-abu yang bisa dimanfaatkan pihak tertentu.
Kecurangan tersebut, misalnya, terkait permainan pabrikan rokok dalam hal struktur tarif cukai.
Salah satu kebijakan yang dalam beberapa bulan terakhir menjadi polemik adalah sistem tarif cukai rokok yang kini sedang digodok Kementerian Keuangan. Salah satunya terkait batasan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM).
Kebijakan ini diduga memiliki celah yang bisa dimanfaatkan pabrikan besar asing agar membayar tarif cukai rokok lebih murah.
Batasan produksi SKM dan SPM sebelumnya diatur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam peraturan tersebut, setiap perusahaan rokok yang secara total memproduksi tiga miliar batang SKM dan SPM harus membayar tarif cukai tertinggi (golongan I) di masing-masing golongan.
Baca Juga: Asing Jual Saham Rokok, Kapitalisasi Pasar HMSP dan GGRM Anjlok premium
Ketentuan itu kemudian dihapus saat Kementerian Keuangan merevisi tarif cukai tahun lalu dengan menerbitkan PMK Nomor 156/2018. Akibatnya, perusahaan besar asing punya peluang membayar tarif cukai rokok lebih rendah, meskipun jika ditotal produksi SKM dan SPM mereka melampaui tiga miliar batang.