Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi meminta pemerintah membatalkan rencana penerapan skema subsidi tertutup BBM jenis Pertalite. Fahmy mengatakan, subsidi melalui pembatasan pembelian Pertalite dengan penetapan kriteria konsumen sangat tidak tepat.
Alasannya, sulit merumuskan kriteria siapa yang berhak membeli Pertalite harga subsidi. Lebih sulit lagi menerapkan kriteria di SPBU.
Selain itu, mekanisme tersebut akan ada 2 harga berbeda antara harga subsidi dan non subsidi. Adanya 2 harga berbeda mendorong moral hazard, baik dilakukan SPBU, maupun konsumen.
Baca Juga: Redam Inflasi, Sri Mulyani Minta Tambahan Anggaran Subsidi Rp 520 Triliun
“Berdasarkan alasan tersebut, sebaiknya rencana pembatasan Pertalite dan Solar melalui penetapan kriteria harus dibatalkan,” ujar Fahmy kepada Kontan.co.id, Rabu (1/6).
Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) RI Edy Priyono mengatakan, kenaikan subsidi BBM dan LPG merupakan dampak dari kenaikan harga migas di pasar global. Edy menyebut, Indonesia masih banyak mengimpor migas, sehingga ketika harga beli naik otomatis pemerintah harus menaikkan porsi subsidi saat ingin mempertahankan harga di masyarakat.
Pemerintah tetap mempertahankan subsidi BBM khususnya jenis Pertalite dan LPG tiga kilogram untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga-harga komoditas, imbas dari ketidakpastian global.
Baca Juga: Antisipasi Harga Energi Naik, Sri Mulyani Akan Potong Anggaran K/L Rp 24,5 Triliun
Pemerintah, kata Edy sebenarnya bisa saja mencabut subsidi dan melepas BBM jenis Pertalite serta LPG tiga kilogram dengan harga keekonomian demi menjaga stabilitas APBN. Tapi opsi tersebut tidak dipilih, dan pemerintah justru menambah anggaran belanja untuk subsidi energi. Terlebih bahwa subsidi energi, khususnya LPG, banyak yang kurang tepat sasaran, karena banyak dinikmati oleh kelas menengah-atas.
"Dengan skema subsidi terbuka seperti saat ini, dikhawatirkan volumenya bisa menjadi tidak terbatas, karena masyarakat yang harusnya tidak masuk kategori penerima subsidi karena tidak miskin atau rentan miskin justru ikut menikmatinya,” kata Edy dalam keterangan tertulis, Kamis (26/5).
Maka, pemerintah mempertimbangkan untuk melakukan transformasi skema subsidi, dari subsidi terhadap barang menjadi subsidi terhadap orang atau sistem tertutup. “Agar lebih tetap sasaran, hanya mereka yang miskin atau rentan miskin yang menikmati,” ujar Edy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News