Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan meminta Kementerian/Lembaga (K/L) untuk menyisihkan anggaran belanjanya yang tidak masuk ke dalam program prioritas sebesar Rp 24,5 triliun.
Nantinya, dana tersebut akan digunakan sebagai dana cadangan untuk mengantisipasi kebutuhan mendesak dalam menghadapi gejolak kenaikan harga komoditas energi dan pangan.
Keputusan ini menindak lanjuti arahan Presiden RI yang tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-458/MK.02/2022 tentang Penambahan Automatic Adjustment (pencadangan anggaran) Belanja Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2022.
“Tambahan Automatic Adjustment yang dapat dilakukan terhadap Belanja Barang Modal yang belum direalisasikan/dikontrakkan sebesar Rp 24,5 triliun, tutur surat edaran (SE) Menteri Keuangan yang dikutip Kontan.co.id, Rabu (1/6).
Baca Juga: DPR: Pembayaran Non Tunai Jadi Langkah Pembatasan dan Pengawasan BBM Bersubsidi
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, sebelumnya pemerintah sudah merespon dampak kenaikan harga komoditas dengan menambah belanja subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 350 triliun yakni untuk tambahan subsidi energi sebesar Rp 74,9 triliun dan tambahan pembayaran kompensasi sebesar Rp 275 triliun.
“Nanti dana yang Rp 350 triliun per Rp 74,9 triliun ini bisa mencukupi atau tidak, baru saat Oktober dan November akhir biasanya kita akan lihat berdasarkan realisasi, sehingga nanti bisa saja dilakukan adjustment atau menunggu audit dari BPKP,” tuturnya.
Sayangnya, Sri Mulyani belum memerinci terkait jenis belanja K/L mana saja yang bisa dikategorikan sebagai belanja yang kurang diprioritaskan. Namun Dia meminta kepada seluruh K/L agar tetap fokus dengan anggaran prioritas belanjanya sebagai upaya untuk menjaga pemulihan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat.
“Terkait dana yang bukan prioritas sendiri harus K/L sendiri yang menentukan. Mereka sendiri yang harus menentukan mana yang tetap dibelanjakan dan mana yang mungkin bisa ditunda,” jelas Sri Mulyani.
Adapun, dalam surat edaran tersebut, memiliki kriteria diantaranya, sumber dana rupiah murni (RM), di luar belanja pegawai dan belanja operasional, di luar belanja anggaran Pendidikan, dan di luar belanja Perlinsos Penerima Bantuan Iuran (PBI), bansos PKH, bansos kartu sembako (program untuk melindungi masyarakat miskin).
Kemudian, dapat mencakup belanja barang non operasional yang belum dilakukan penandatanganan kontrak per tanggal 25 Mei 2022, dan juga dapat mencakup belanja modal yang belum dilakukan penandatanganan kontrak per 25 Mei 2022.
Baca Juga: Redam Inflasi, Sri Mulyani Minta Tambahan Anggaran Subsidi Rp 520 Triliun
Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) menambahkan, meningkatnya harga berbagai barang konsumsi, dan tren kenaikan inflasi secara global perlu diantisipasi karena akan berisiko kerugian yang dapat mengganggu momentum pemulihan ekonomi nasional.
“Antisipasi dilakukan dengan memaksimalkan fungsi APBN sebagai stabilizer, antara lain dengan menyediakan tambahan anggaran yang cukup untuk tambahan kebutuhan subsidi, kompensasi dan belanja bantuan sosial,” jelasnya.
Sehingga, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menambah pencadangan anggaran yang diambil dari belanja K/L yang belum direalisasikan/dikontrakkan sebesar Rp 24,5 triliun.
Tambahan cadangan automatic adjustment ini juga, akan digunakan bila terjadi peningkatan kebutuhan subsidi/kompensasi/bansos dan tambahan pagu anggaran tidak cukup. “Besaran cadangan automatic adjustment akan disesuaikan dengan kebutuhan belanja dan kinerja pendapatan negara,” jelas Puspa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News