Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana akan melebur pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dengan pajak pertambahan nilai (PPN) pada tahun 2022. Hal ini sejalan dengan wacana kebijakan multitarif PPN. Tujuannya untuk mempermudah wajib pajak dan otoritas fiskal.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengatakan pihaknya mengajukan skema multitarif PPN untuk diimplementasikan tahun depan. Kebijakan tersebut telah dianut oleh berbagai negara seperti Turki, Austria, dan Itali.
Suryo menjelaskan terdapat dua bentuk PPN dalam skema multitarif. Pertama, tarif lebih rendah untuk barang/jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah atau kebutuhan pokok. Kedua, tarif lebih tinggi untuk barang mewah.
Baca Juga: Pengamat: Rencana pengurangan non-objek PPN barang dan jasa bisa tingkatkan tax ratio
Setali tiga uang, Berdasarkan dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) 2022 menyebutkan pemerintah tengah mengkaji kemungkinan penerapan tarif (PPN) yang lebih tinggi untuk mengintegrasikan pengenaan PPnBM ke dalam sistem PPN.
Dengan perbaikan sistem tersebut, pemerintah berharap ke depan PPN akan lebih sehat dan menjadi sumber utama penerimaan pajak.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan tujuan pemerintah mengajukan rencana pengintegrasian PPN tarif tinggi dan PPnBM supaya lebih efektif dan efisien. Kendati demikian, dirinya belum menyebut barang yang direncanakan akan dilebur PPN dan PPnBM-nya.
“Opsi-opsi itu masih dikaji oleh pemerintah dan nantinya akan dibahas dengan DPR RI. Harapannya bisa memberikan kesederhanaan administrasi pajak,” kata Yustimus kepada Kontan.co.id, Sabtu (22/5).
Sebagai info, merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tarif PPnBM paling rendah sebesar 10% dan paling tinggi 200%. Sementara, tarif PPN yang berlaku saat ini yakni 10%. Merujuk Turki yang telah menggunakan skema multitarif PPN, tarif rendah sebesar 8% dan tarif tinggi sebesar 18%.
Selanjutnya: Pemerintah dan DPR akan kejar pajak penghasilan Netflix, Spotify, hingga Zoom
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News