Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pemerintah mengantipasi lonjakan harga minyak mentah yang telah menembus US$ 100 per barel. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjelaskan, antisipasi ini supaya kenaikan harga minyak mentah tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, lonjakan harga minyak mentah disebabkan oleh beberapa faktor. Dia menyebutkan seperti ulah spekulan dan sentimen geopolitik baik di Timur Tengah ataupun Afrika Utara.
"Mengikuti berita pagi ini, di Iran mengancam kalau tidak boleh jual minyaknya dikatakan harga minyak bisa tembus 200 dolar AS per barel. Kemudian di Libya yang gonjang ganjing sehingga produksi minyaknya turun," jelasnya, Selasa (6/12).
Selain itu, SBY mengatakan, laju harga minyak juga akibat negara produsen minyak tetap ingin mengeruk keuntungan. Belum lagi, lanjutnya, kesewenangan yang dilakukan perusahaan multi nasional. "Harus diakui pada era globalisasi saat ini negara sering kalah dengan perusahaan multinasional. Ini merupakan kelemahan globalisasi dan kapitalisme," katanya.
Asal tahu saja, pagi tadi, harga kontrak minyak untuk pengantaran Januari turun 61 sen menjadi US$ 100,38 per barel di New York Mercantile Exchange. Pada pukul 14.47 waktu Sydney, kontrak yang sama berada di level US$ 100,44. Kemarin, harga kontrak minyak sempat naik 3 sen menjadi US$ 100,99, yang merupakan level penutupan tertinggi sejak 16 November lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News