Reporter: Agus Triyono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah berencana menerapkan saringan khusus bagi investor listrik asal China yang ingin menyewa 35 pembangkit listrik berkapasitas 10 ribu megawatt milik Indonesia. Saringan ini dilakukan agar nantinya kasus kegagalan kerjasama yang dialami oleh pemerintah dalam pembangunan 35 proyek listrik yang masuk dalam Fast Track Programme tahap I dengan kontraktor asal China tidak terulang kembali.
Montty Girianna, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, saringan tersebut salah satunya akan dilakukan terhadap profil perusahaan yang akan menyewa pembangkit listrik mereka. Rencananya, perusahaan yang akan menyewa pembangkit akan diranking terlebih dahulu berdasarkan rekam jejak mereka.
Selain memberikan ranking, lanjut Monty, untuk menghindari masuknya perusahaan penyewa abal- abal, pemerintah juga tidak akan melibatkan kembali kontraktor pelaksana Fast Track Programme Tahap I. "Supaya bagus, kami akan ranking yang bagus, bonafid 10- 15, setelah itu kami akan tender siapa yang cocok, termasuk harganya nanti diputuskan," kata Monty kepada Kontan beberapa waktu lalu.
Namun, Monty belum bersedia mengungkapkan siapa saja perusahaan listrik China yang sudah masuk dalam radar untuk menyewa pembangkit listrik yang dimiliki pemerintah tersebut. Pemerintah berencana akan menyewakan 35 pembangkit listrik hasil program percepatan pembangkit listrik bertenaga batubara, energi terbarukan ke perusahaan China.
Langkah ini dilakukan pemerintah sebagai bentuk permintaan tanggungjawab kepada China atas pembangunan proyek tersebut. Sebagai informasi, pembangunan 35 pembangkit listrik yang dikerjasamakan oleh pemerintah dengan kontraktor asal China beberapa waktu lalu tidak sesuai harapan.
Pembangkit listrik tersebut hanya mempunyai kapasitas produksi sekitar 30%- 50% dari target saja. Atas dasar itulah, pemerintah memutuskan untuk menyewakan pembangkit listrik yang telah dibangun kontraktor China tersebut kepada China kembali. Bukan hanya itu saja, pemerintah juyga bersepakat akan membeli produksi listrik yang disewakan tersebut untuk memenuhi kebutuhan listrik di dalam negeri.
Namun Sofyan Basir, Direktur Utama PLN beberapa waktu lalu mengatakan, rencana tersebut terganjal aturan. Sampai saat ini, belum ada satu perangkat aturan di dalam negeri yang bisa digunakan untuk melaksanakan rencana tersebut. "Ini praktik pertama, mekanismenya belum diatur," katanya beberapa waktu lalu.
Untuk mengatasi kendala itulah, pemerintah kata Sofyan saat ini tengah meminta fatwa hukum dari Kejaksaan Agung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News