kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pemerintah akan mengkaji peran dan fungsi gubernur


Sabtu, 05 Oktober 2013 / 02:31 WIB
Pemerintah akan mengkaji peran dan fungsi gubernur
ILUSTRASI. Ini 3 Cara Top Up Kartu KRL atau KMT dengan Mudah. ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.


Reporter: Fahriyadi | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pemerintah berencana mengkaji kembali salah satu kebijakannya menyangkut penguatan peran gubernur yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2011 tentang Perubahan atas PP No. 19 tahun 2010.

PP tersebut menjabarkan Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di wilayah Provinsi.

Sementara PP No. 19/2010 merupakan hasil evaluasi dari Undang-Undan (UU) No.32 tahun 2004 terkait penyelenggaraan otonomi daerah, khususnya Pasal 38 tentang tugas Gubernur.

Kebijakan ini mempertegas kewenangan dan tugas gubernur yang masih kabur, yang terjabar dalam UU 32 tahun 2004 sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dari walikota dan bupati.

Guru besar Institut Pemerintah Dalam Negeri, Prof. Dr. Muchlis Hamdi menyebutkan, bahwa peran Gubernur dalam pelaksanaan tugas dekonsentrasi tidak diatur dengan jelas.

Pasal 1 angka 8 UU Nomor 32 Tahun 2004 mengatur, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

“Hanya saja pengaturan pelimpahan kewenangan tersebut tidak jelas sebagaimana termuat dalam Pasal 10 ayat (4) dan ayat (5). Kedua ayat tersebut tidak jelas mengatur kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan kewenangan yang dilimpahkan kepada instansi vertikal.” tutur Muchlis Hamdi, dalam siaran pers yang diterima Kontan, Jumat (4/10).
 
Lebih lanjut, Muchlis menjelaskan, Gubernur dalam menjalankan tugas sebagai Wakil Pemerintah pusat dibantu oleh perangkat daerah dan dengan sumber pembiayaan yang umumnya bersumber dari APBD.

Sulit membedakan peran dan fungsi gubernur

Keadaan tersebut selain memunculkan ketidakjelasan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan pengelolaan dana Wakil Pemerintah, juga berimplikasi pada tidak efektifnya pelaksanaan tugas dan peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah.

Hal ini, lanjutnya membuat  pemerintahan kabupaten/kota sulit untuk membedakan peranan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi.
 
“Ketika tugas Wakil Pemerintah dilaksanakan oleh perangkat daerah dan dibiayai dari dana pemerintah daerah provinsi, maka terkesan terjadi ketidakjelasan peranan, atau Gubernur lebih banyak dimaknai hanya sebagai kepala daerah provinsi,” tambah Muchlis.

Ia menyatakan, ketika UU mengatur bahwa pemerintahan kabupaten/kota setara dengan pemerintahan provinsi sebagai daerah otonom, pemaknaan tersebut membuat tugas-tugas Wakil Pemerintah untuk mengkoordinasikan, membina dan mengawasi pemerintahan kabupaten/kota menjadi tidak lancar.

Kondisi ini semakin diperparah dengan kenyataan bahwa, baik Gubernur maupun Bupati/Walikota, sama-sama dipilih langsung oleh rakyat, sehingga semuanya merasa memiliki legitimasi yang kuat.
 
Pada saat yang sama, kedudukan (pemerintah) provinsi memang belum ditetapkan secara jelas dalam Undang-Undang, padahal keberadaannya sangat dibutuhkan oleh pemerintah pusat untuk pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pelayanan umum oleh pemerintah daerah. Akibatnya, propinsi tidak memiliki wewenang yang jelas atas kabupaten/kota.
 
Mellyana Frederika selaku Project Manager UNDP untuk proyek Penguatan Tata Kelola Pemerintahan Provinsi mengatakan, pemerintahan kabupaten/kota dapat berhubungan langsung dengan pemerintah pusat.

Akibatnya, daerah otonom (kabupaten/kota) merasa tidak perlu bertanggung jawab kepada provinsi dan ini makin melemahkan fungsi dan peran Gubernur.

Untuk itu, pemerintah melihat perlunya kejelasan dan penguatan peran gubernur guna pelaksanaan koordinasi dan pengawasan (Korbinwas) pelayanan publik di daerah.

Kontradiksi pandangan yang muncul adalah pemerintah daerah bertanggung jawab kepada pemerintah pusat sebagai sumber kekuasaan dan kewenangan pemerintahan.

“Namun, pandangan lain melihat pemerintah daerah harus bertanggung jawab kepada pemilih lokal (konstituen) sebagai sumber kekuasaan politik,” kata Mellyana Frederika menjabarkan.

SEB tiga menteri

Oleh karena itu, Kepala Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama dengan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, di tahun ini menetapkan Surat Edaran Bersama (SEB).

SEB itu tentang Peningkatan Efektifitas Penyelenggaraan Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga di Daerah serta Peningkatan Peran aktif Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat.

Isi SEB menyebutkan, dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program dan kegiatan Kementerian/Lembaga yang dilakukan melalui mekanisme Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, atau Urusan Bersama.
 
Direktur Otonomi Daerah Bappenas, Wariki Sutikno menegaskan, kebijakan ini bertujuan untuk memperjelas kedudukan, tugas, wewenang dan fungsi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

“Namun dalam tahap pelaksanaannya masih terdapat kendala karena PP No. 23/2011 dan SEB lebih rendah secara hirarki dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sehingga revisi ketiga kerangka kebijakan tersebut mutlak dilakukan,” kata Wariki.

Di samping itu, PP No. 23/2011 juga mengandung kelemahan terutama ketidakjelasan aturan tentang penghargaan dan sanksi kepada bupati/walikota atas kinerja, pelaksanaan kewajiban dan pelanggaran sumpah atau janji.

Kelemahan terakhir adalah ketidakjelasan aspek kelembagaan, serta instrumen yang digunakan oleh Gubernur dalam mengevaluasi, mengawasi dan menilai pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan oleh Kabupaten/Kota dalam wilayahnya.
 
Sejalan dengan itu, UNDP bekerjasama dengan BAPPENAS dan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri melalui proyek Penguatan Tata Kelola Pemerintahan Provinsi (Provincial Governance Strengthening Programme/PGSP), juga telah menyelesaikan draft Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 23/2011.

Draft ini telah didiskusikan dengan berbagai pemangku kepentingan baik di nasional maupun di daerah antara lain Kementerian Lembaga, Pemerintah Daerah, Lembaga Non Pemerintah.

Dalam pertemuan tersebut, draft Peraturan Pemerintah ini mendapat banyak masukan dan saran khususnya tentang kelembagaan unit kerja Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, pendanaan, sanksi bagi Gubernur kepada Bupati/Walikota.

Draft Peraturan Pemerintah ini mengacu pada Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah yang sedang dibahas DPR dan Pemerintah. Dalam RPP No. 23/2011 ini,  tugas Gubernur dijabarkan antara lain:

1) Melakukan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan;

2) Menyelenggarakan kegiatan pemerintahan secara umum;

3) Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan penyelenggaraan tugas pembantuan;

4) Penekanan pada koordinasi dalam penyusunan, pelaksanaan dan pengendalian serta evaluasi; dan

5) Pemberian sanksi administratif berupa peringatan tertulis. Pembahasan RUU ini direncanakan akan selesai dalam masa sidang di bulan Oktober 2013.
 
Kegiatan kajian kebijakan nasional ini dihadiri oleh BAPPENAS, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, serta berbagai kepala pemerintahan provinsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×