kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,27   6,81   0.74%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah akan berikan fasilitas kepada start-up atas rencana PPh WP merugi


Senin, 30 Agustus 2021 / 12:18 WIB
Pemerintah akan berikan fasilitas kepada start-up atas rencana PPh WP merugi
ILUSTRASI. Ilustrasi Start Up. KONTAN/Muradi/2016/07/12


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah saat ini tengah mengajukan pengenaan alternative minimum tax (AMT) kepada wajib pajak merugi. Namun, rencana tersebut secara bersamaan memberikan fasilitas kepada start-up untuk tidak dikenakan pungutan pajak penghasilan minimum (PPh) atas kerugian yang dialami.

Adapun ketentuan mengenai AMT tertuang dalam Pasal 31F Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang kini tengah dibahas Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama dengan Panitia Kerja (Panja) RUU KUP Komisi XI DPR RI.

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menyampaikan tujuan adanya AMT dalam RUU KUP, karena selama ini pemerintah melihat banyak wajib pajak badan yang rugi, padahal ini merupakan cara untuk melakukan penghindaran pajak.

Baca Juga: Realisasi Insentif Pajak Mencapai Rp 51,97 Triliun Hingga Pertengahan Agustus 2021

Setali tiga uang, AMT mengatur bagi wajib pajak merugi maka penghasilan kena pajak yang kurang dari 1% terhadap penghasilan bruto, diwajibkan membayar PPh yang tidak boleh kurang dari 1% atas penghasilan bruto.

“Tentu nanti akan ada pengecualian seperti produski komersial, start up, atau yang mendapatkan fasilitas tax holiday dan lain-lain. Karena itu sudah menjadi komitmen pemeirntah,” kata Yoga dala Acara Perayaan HUT IKPI ke-56 Diskusi Panel, Jumat (28/8).

Yoga menyampaikan pemberian fasilitas berupa pengecualian AMT lainnya yakni untuk wajib pajak yang belum berproduksi komersial. Kemudian, secara natural kegiatan usahanya mengalami kerugian, misalnya karena kondisi Covid-19 atau mendapatkan fasilitas PPh tertentu.

Lebih lanjut, Yoga bilang pengecualian tersebut akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) setelah RUU KUP diundangkan. Harapan Ditjen Pajak, beleid sapu jagad yang menggunakan metode omnibus law itu bisa diimplementasikan pada tahun 2023.

Baca Juga: Terkait RUU Perpajakan, ini masukan Muhammadiyah

Sebagai informasi, berdasarkan data Kemenkeu, total wajib pajak yang melaporkan kerugian secara berturut-turut selama 5 tahun meningkat dari 5.199 wajib pajak pada tahun 2012-2016, menjadi 9.496 wajib pajak pada 2015-2019.

“Kita tidak bisa menampik ada skema penghindaran yang diperlukan oleh wajib pajak badan yang kemudian membuat mereka tidak bisa mengatakan saya rugi dan tidak membayar PPh,” ucap Yoga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×