Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah berencana memberlakukan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) secara tetap setiap liter, pada tahun depan. Dengan cara baru ini saat harga minyak mentah mengalami fluktuasi, naik ataupun turun, maka beban terhadap anggaran subsidi tak berubah.
Misalnya harga keekonomian BBM premium dan solar saat ini Rp 10.000 per liter. Dengan harga jual sebesar Rp 6.500 per liter dan solar Rp 5.500 per liter, maka pemerintah menanggung subsidi BBM premium Rp 3.500 per liter dan solar Rp 4.500 per liter.
Nah dengan mekanisme baru tersebut, pemerintah tetap akan menanggung subsidi misalnya sebesar Rp 3.500 per liter untuk bensin dan Rp 4.500 untuk solar. Misalnya nanti harga keekonomian naik menjadi Rp 11.000 per liter, maka harga jual BBM bersubsidi otomatis akan naik menjadi Rp 7.500 untuk bensin dan Rp 6.500 untuk solar.
Usulan ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Chatib Basri pekan lalu. Chatib bilang dengan mekanisme baru subsidi tetap, maka pemerintah dan DPR tak perlu mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat harga minyak dunia dan harga minyak Indonesia (ICP) naik.
Walau memudahkan pengaturan fiskal di masa datang, namun realisasi mekanisme subsidi tetap tidak akan semulus yang dibayangkan. Mekanisme ini dikhawatirkan akan menambah persoalan lain, karena harga BBM subsidi yang harus ditanggung masyarakat turun naik sesuai dengan harga minyak dunia.
Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mendukung usulan pemerintah ini. Artinya mekanisme baru ini aman buat bujet pemerintah tapi masyarakat akan membayar dengan harga lebih tinggi jika harga minyak mentah di pasar dunia mengalami kenaikan.
Menurut Komaidi, mekanisme subsidi tetap akan mengajarkan masyarakat untuk membeli BBM sesuai harga asli atau keekonomian. "Selain itu masyarakat akan dipaksa berhemat BBM. Kebijakan ini seperti semi mekanisme pasar," katanya.
Tapi Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih berpendapat, saat ini masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan kondisi harga BBM yang berfluktuasi sesuai pasar sehingga kebijakan ini akan sulit diberlakukan.
Mekanisme subsidi tetap dianggap bukan jalan keluar dari masalah fiskal yang selalu dihadapi Pemerintah. Menurut Lana, yang paling mendesak saat ini adalah mengurangi volume konsumsi BBM.
Dia mengkritik pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan rencana jangka menengah untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil. Misalnya program konversi ke gas dan bahan bakar nabati hingga saat ini tidak jalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News